International
Hamas Berunding dengan Sejumlah Negara Soal Tahanan Israel

Jakarta (usmnews) – Hamas berunding dengan beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk menampung tawanan Palestina pasca-gencatan senjata. Kantor berita Palestina, Qudd Press, melaporkan bahwa Hamas tengah menjajaki komunikasi dengan empat negara guna menerima tahanan yang dideportasi. Pemimpin, Osama Hamdan, menyatakan bahwa proses ini masih berlangsung dan memerlukan waktu untuk mencapai kesepakatan final.
Menurut laporan Arab News, negara-negara yang terlibat dalam pembicaraan termasuk Indonesia dan Aljazair. Beberapa negara lain, seperti Turki, Qatar, Pakistan, dan Malaysia, telah menyetujui permintaan Hamas berunding untuk menampung para tahanan. Sementara itu, Tunisia secara tegas menolak tawaran tersebut. Hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terkait isu ini.
Negosiasi antara Hamas dan Israel terus berlanjut. Pada tahap kedua perundingan, Hamas akan membebaskan sandera Israel yang tersisa, sementara Israel berjanji akan membebaskan ratusan tahanan Palestina serta menarik pasukannya dari Gaza. Upaya ini diharapkan dapat mengakhiri ketegangan yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.
Sejak Oktober 2023, Israel telah melancarkan serangan ke Jalur Gaza, menyebabkan lebih dari 47.000 warga Palestina meninggal dan ribuan fasilitas sipil hancur. Hamas, sebagai pihak utama dalam konflik ini, terus mencari solusi diplomatik melalui perundingan internasional. Namun, prospek kesepakatan jangka panjang masih belum jelas, mengingat ketegangan yang terus meningkat antara kedua belah pihak.
Hamas juga berupaya mendapatkan dukungan dari komunitas internasional untuk mempercepat proses negosiasi dan memastikan keselamatan para tahanan Palestina. Beberapa analis menilai langkah ini sebagai strategi untuk memperkuat posisinya di Timur Tengah sekaligus menekan Israel agar memenuhi syarat gencatan senjata. Di sisi lain, Israel masih mempertimbangkan berbagai opsi sebelum membuat keputusan akhir mengenai pembebasan tahanan. Sementara itu, negara-negara yang setuju menerima para tahanan menghadapi tantangan diplomatik dan logistik dalam menampung mereka.