Entertainment
Industri Anime: Jam Kerja Panjang dan Bayaran Tak Pasti

Industri anime Jepang menghadapi krisis eksploitasi pekerja meski pendapatannya melonjak.
ini juga telah menghasilkan 21 miliar dolar AS dalam satu dekade, tetapi banyak pekerja masih menerima upah rendah. Salah satunya Seiyu yang bernama Yumiko Shibata bahkan harus bekerja di klub malam untuk mencukupi kebutuhannya.
Gaji Rendah dan Jam Kerja Berlebihan
Industri ini di Jepang hanya membayar animator pemula kurang dari 2 juta yen per tahun, jauh lebih rendah dari gaji pekerja di Tokyo. Pekerja kreatif sering mengeluhkan jam kerja yang panjang dan pembayaran yang tertunda. Beberapa bahkan menyelesaikan proyek tanpa menerima bayaran sama sekali.
Tantangan Struktural di dalam industri
Industri anime melibatkan banyak pihak eksternal, dari studio kecil hingga pekerja lepas, untuk menjalankan produksinya.
Sistem ini mempersulit distribusi pendapatan secara adil. Selain itu, banyak pekerja yang memulai proyek tanpa kontrak tertulis, yang cukup berisiko atas keamanan kerja mereka.
Minimnya Perlindungan dan Kehadiran Serikat Pekerja
Berbeda dengan Hollywood, di mana serikat pekerja memainkan peran penting dalam melindungi hak para pekerja kreatif, seiyu di Jepang cenderung menghindari aktivitas serikat. Tetsuya Numako, yang pernah menjabat serikat pekerja di Toei Animation mengatakan bahwa para seiyu, animator, dan ilustrator sering kali enggan terlibat dalam negosiasi dengan manajemen. “Para animator dan seiyu biasanya tidak ingin berkonflik dengan pihak atasan,” katanya.
Upaya Perubahan dan Perlindungan Pekerja
Pemerintah Jepang mulai mengambil langkah dengan memberlakukan undang-undang baru pada November lalu untuk melindungi pekerja lepas. Perusahaan kini diwajibkan memberikan kontrak tertulis dan membayar pekerja dalam waktu 60 hari. Namun, para pekerja diminta untuk lebih proaktif dalam memperjuangkan hak mereka dan tidak hanya bergantung pada hukum yang berlaku.
Baca juga: https://usmtv.id/resmi-akun-instagram-one-piece-mengudara/?amp=1