Education
Dewi, Doktor Termuda UGM: Lulus di Usia 26 dalam 2,5 Tahun

Jakarta (usmnews)- Universitas Gadjah Mada (UGM) baru saja meluluskan 1.455 mahasiswa pascasarjana, termasuk 92 doktor. Salah satu lulusan paling inspiratif adalah Dr. Dewi Agustiningsih, perempuan berusia 26 tahun yang memecahkan rekor sebagai doktor termuda dan tercepat di UGM. Ia menyelesaikan studi doktoralnya hanya dalam 2 tahun 6 bulan, jauh lebih cepat dari rata-rata masa studi doktor di UGM yang mencapai 4 tahun 7 bulan.
Dewi tidak hanya mencatatkan diri sebagai lulusan doktor tercepat, tetapi juga sebagai wisudawan termuda di antara rekan-rekannya. Rata-rata usia lulusan doktor UGM kali ini adalah 42 tahun, sementara Dewi baru berusia 26 tahun 6 bulan saat meraih gelar doktoralnya.
Sebelumnya, Dewi menyelesaikan S1 Kimia UGM pada 2020, kemudian langsung melanjutkan ke program Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Program ini memungkinkan mahasiswa berprestasi menyelesaikan S2 dan S3 secara bersamaan. Pada 2022, ia meraih gelar magister, dan pada 2025, ia resmi menjadi doktor.
Meski kini sukses, Dewi mengaku sempat menghadapi kesulitan finansial. Saat S1, ia hanya mengandalkan beasiswa Bidikmisi dengan uang saku Rp600 ribu per bulan. Uang itu harus mencukupi biaya kos, makan, dan kebutuhan kuliah. Namun, keterbatasan ekonomi tidak mematahkan semangatnya.
“Saya ingin buktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak batasi impian,” ujarnya.
Dengan disiplin tinggi, Dewi belajar mengelola keuangan dan waktu dengan efisien. Ia juga memanfaatkan kesempatan beasiswa PMDSU untuk melanjutkan pendidikan tanpa terbebani biaya.
Disertasi Dewi berfokus pada pengembangan material katalis berbasis silika dan titania. Ia memodifikasi material tersebut dengan senyawa organosilan dan logam transisi untuk menciptakan katalis heterogen yang lebih stabil dan efisien.
“Tujuannya menghasilkan katalis yang ramah lingkungan, bisa dipakai untuk sintesis senyawa penting dengan metode lebih efisien,” jelasnya.
Riset ini memiliki potensi besar di industri farmasi dan kimia, karena dapat mengurangi penggunaan bahan berbahaya dalam reaksi kimia.
Kini, Dewi sudah bekerja sebagai dosen di Prodi Kimia ITB. Ia berencana melanjutkan risetnya dengan kolaborasi lintas disiplin, seperti kimia material dengan teknik lingkungan atau farmasi. “Saya ingin kembangkan katalis yang tidak hanya aktif, tetapi juga stabil di berbagai kondisi reaksi,” ungkapnya.
Selain itu, Dewi ingin menginspirasi mahasiswa dari keluarga sederhana bahwa mimpi tinggi bisa dicapai dengan kerja keras.
Kisah Dewi membuktikan bahwa usia dan latar belakang ekonomi bukan penghalang meraih kesuksesan. Dengan tekad kuat, manajemen waktu baik, dan pemanfaatan beasiswa, ia berhasil menyelesaikan S1 hingga S3 dalam waktu singkat.
“Kuncinya adalah konsistensi dan pantang menyerah. Saya berharap bisa memotivasi lebih banyak anak muda untuk mengejar mimpi mereka,” tutup Dewi.
Dengan prestasinya, Dewi tidak hanya membanggakan UGM dan ITB, tetapi juga menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia yang ingin berkontribusi di dunia sains dan pendidikan.