Education
Pendidikan sebagai Fondasi Kepercayaan: Konferensi LKLB Dorong Toleransi di Masyarakat Multiagama

Jakarta (usmnews) – Dikutip dari Sindonews.com Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diselenggarakan di Jakarta menjadi momentum penting untuk mendorong tatanan kehidupan beragama yang lebih terbuka dan toleran. Abdul Mu’ti, selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), menegaskan hal ini setelah secara resmi membuka rangkaian kegiatan konferensi di Shangri-La Hotel Jakarta.
Menurut Mu’ti, konferensi ini memiliki signifikansi strategis karena merupakan bagian integral dari sebuah gerakan dan arus baru. Gerakan ini memiliki tujuan utama untuk mengadvokasi praktik keagamaan yang inklusif dan mempromosikan keterbukaan. Lebih jauh, ia menekankan bahwa inisiatif ini adalah upaya konkret untuk membangun social trust atau rasa saling percaya sosial di tengah masyarakat Indonesia yang memiliki latar belakang multiagama dan multikultural.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Mu’ti memaparkan bahwa Kemendikdasmen telah merancang sebuah program spesifik yang berfokus pada penguatan pendidikan karakter. Program ini dikenal dengan nama “Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”. Dalam kerangka program tersebut, dua poin utama yang disorot adalah “beribadah” dan “bermasyarakat”. Aspek “beribadah” ditujukan untuk menanamkan fondasi iman dan ketakwaan kepada para peserta didik.

Sementara itu, aspek “bermasyarakat” dirancang secara khusus untuk mendorong anak-anak agar lebih proaktif dalam kehidupan sosial. “Kita berusaha untuk mendorong anak-anak kita untuk lebih aktif bermasyarakat, berinteraksi dengan sebaya yang berbeda latar belakang agama, berbeda latar belakang budaya,” jelas Mu’ti.
Beliau menyambung bahwa tujuan dari intensifikasi interaksi ini adalah untuk menumbuhkan jiwa dan pemikiran yang terbuka pada generasi muda. Diharapkan, ketika intensitas pertemuan dan interaksi dengan mereka yang berbeda latar belakang semakin tinggi, akan terbangun sebuah kedekatan personal yang otentik.
Guna mendukung implementasi program ini, Mu’ti menyatakan bahwa kementeriannya akan bekerja sama dengan Institut Leimina untuk mengembangkan teks pendukung, termasuk penyusunan modul-modul pembelajaran terkait.
Dukungan juga datang dari Direktur Eksekutif Institut Leimina, Matius Ho, yang menyampaikan terima kasih atas kolaborasi dengan Kemendikdasmen. Matius menyoroti bahwa Indonesia memiliki pengalaman yang kaya dan berharga dalam mengelola serta menata masyarakatnya yang sangat majemuk.

Matius Ho juga mengaitkan urgensi LKLB dengan konteks regional ASEAN. Ia merujuk pada KTT ASEAN di Malaysia pada bulan Mei 2025, di mana para pemimpin ASEAN menyetujui visi dan strategi jangka panjang hingga tahun 2045. “Salah satu strateginya adalah untuk mendorong literasi keagamaan lintas budaya untuk menciptakan komunitas yang inklusif dan kohesif,” ungkap Matius.
Konferensi internasional ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta yang berasal dari 20 negara, mencakup Austria, Denmark, Jepang, Amerika Serikat, Belanda, Swiss, Inggris, Finlandia, Uzbekistan, Uni Emirat Arab, Bahama, Bulgaria, serta negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Laos, Filipina, Myanmar, Kamboja, dan tuan rumah Indonesia. Peserta yang hadir berasal dari berbagai kalangan, termasuk pejabat pemerintah, akademisi, tokoh-tokoh agama, pimpinan lembaga internasional, serta para guru dari berbagai provinsi di Indonesia yang merupakan alumni program LKLB.
Dengan mengangkat tema “Education and Social Trust in Multifaith and Multicultural Societies”, konferensi ini menegaskan peran krusial pendidikan dalam membangun sikap saling percaya. Acara ini sekaligus menjadi platform bagi Indonesia untuk mempromosikan pengalamannya dalam mengembangkan LKLB sebagai model yang efektif untuk membangun kohesi sosial, khususnya di kawasan Asia Tenggara.







