Connect with us

Nasional

Upaya Konsolidasi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Penanggulangan Bencana di Tapanuli

Published

on

Jakarta (usmnews) di kutip dari ANTARA bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengambil langkah cepat dan strategis menyusul bencana banjir bandang dan tanah longsor parah yang melanda wilayah Sibolga dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Untuk mengatasi terputusnya total akses darat yang menghambat penyaluran bantuan, sebuah **Posko Nasional** telah didirikan di Tapanuli Utara. Posko ini berfungsi sebagai basis utama untuk mendistribusikan logistik dan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat terdampak menggunakan jalur udara.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kemendagri, **Safrizal ZA**, pada Kamis (27/11/2025). Menurut beliau, pembangunan Posko Nasional ini sangat krusial mengingat kondisi di lapangan. “Kita bangun Posko Nasional di Tapanuli Utara untuk penyaluran logistik via udara karena jalur darat terputus total. Ini termasuk membawa berbagai bantuan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” jelas Safrizal, menekankan pentingnya respons yang cepat dan terkoordinasi.

Meski diterjang bencana, Safrizal menegaskan bahwa pelayanan publik di Pemerintah Daerah (Pemda) Sibolga dan Tapanuli Tengah harus tetap berjalan tanpa henti. Prinsip utama yang ditekankan oleh Menteri Dalam Negeri adalah memastikan roda pemerintahan daerah yang terdampak bencana tetap berputar. “Pak Mendagri menginstruksikan saya untuk memimpin langsung tim ke lokasi. Prinsip utamanya adalah Pemerintahan Daerah yang terdampak bencana harus berjalan, jangan sampai mandeg dalam memberikan pelayanan publik,” kata Safrizal. Tim dari Kemendagri secara aktif memberikan asistensi berkelanjutan kepada Pemda setempat untuk memastikan kelancaran operasional.

Tim Ditjen Bina Adwil Kemendagri, yang dipimpin Safrizal, telah berada di lokasi bencana sejak Rabu (26/11), melakukan pemantauan langsung dan inspeksi lapangan di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa cakupan dampak bencana ini sangat luas. Safrizal mencatat bahwa empat kecamatan di Kota Sibolga dan dua puluh kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi wilayah yang paling parah terdampak oleh banjir bandang dan longsor.

Menyikapi kondisi tersebut, Kemendagri telah mengerahkan seluruh sumber daya internal untuk respons bencana. Safrizal menyatakan, “Tim Ditjen Bina Adwil, Kemendagri sudah *standby* penuh sejak Rabu kemarin, dan langsung menggelar koordinasi dan inspeksi lapangan.” Lebih lanjut, beliau mendorong Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) untuk bekerja secara responsif dalam penanganan bencana. Elemen-elemen di masyarakat, seperti Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) dan Relawan Pemadam Kebakaran (Redkar), juga didorong untuk bersinergi aktif dalam upaya penanggulangan ini.

Selain mobilisasi sumber daya, Safrizal juga memberikan arahan penting kepada Pemda yang terdampak mengenai aspek anggaran dan kebijakan. Beliau mengingatkan bahwa kepala daerah memiliki peran sentral dalam menetapkan **status tanggap darurat bencana**. Penetapan status ini merupakan kunci vital karena memungkinkan Pemda untuk memanfaatkan **Dana Belanja Tidak Terduga (BTT)**. Pemanfaatan Dana BTT diharapkan dapat mempercepat upaya pemulihan penyelenggaraan pemerintahan dan, yang paling utama, pelayanan publik bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan.

Langkah cepat yang diambil ini sejalan dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri sebelumnya. Pada tanggal 18 November 2025, melalui Surat Edaran Nomor 300.2.8/9333/SJ, Kemendagri telah mengimbau seluruh daerah untuk meningkatkan **kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi**. Surat edaran ini merupakan upaya konsolidasi dini unsur-unsur penting seperti BPBD, Satpol PP, dan Damkar di seluruh Indonesia agar bersinergi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

Safrizal menutup pernyataannya dengan peringatan tegas mengenai ancaman bencana hidrometeorologi di Indonesia. “Sebagian besar wilayah Indonesia saat ini berada pada tingkat risiko tinggi terhadap bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan tanah longsor,” ujarnya. Beliau menyoroti bahwa cuaca ekstrem, peningkatan curah hujan, siklon, dan tingginya kerentanan wilayah adalah faktor-faktor yang harus diantisipasi. Oleh karena itu, langkah kesiapsiagaan yang terukur dan terpadu, didukung oleh sinergi yang kuat antara perangkat Pemda, Forkopimda, dan seluruh lapisan masyarakat, menjadi suatu keharusan mutlak dalam menghadapi tantangan bencana ini

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *