Connect with us

Nasional

Seekor Buaya Di Riau Ditemukan Mati Dengan Kondisi Perut Berisi Sampah Dan Benda-Benda Tajam, Dan Kabar Tragis Ini Menjadi Viral Si Media Sosial.

Published

on

Semarang (usmnews) dikutip dari detik.com Kisah tragis seekor buaya raksasa bernama Si Undan dari Sungai Undan, Kecamatan Reteh, Indragiri Hilir (Inhil), Riau, telah menguak sisi gelap dari perilaku buruk manusia terhadap lingkungan. Buaya dengan dimensi mencengangkan—panjang mencapai 5,7 meter dan bobot sekitar 595 kilogram—itu ditemukan mati pada Kamis, 20 November 2025, dengan penyebab kematian yang sangat memilukan: perutnya dipenuhi tumpukan sampah.

Evakuasi bangkai hewan besar ini menjadi viral di media sosial, memicu gelombang kesedihan dan kemarahan di kalangan warganet. Si Undan sempat mendapatkan perawatan intensif sejak awal November 2025 oleh tim Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Inhil. Awalnya, buaya tersebut dirawat karena mengalami luka lecet di bagian kaki dan tangan, namun kondisinya terus memburuk hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir.

Hasil Nekropsi: Perut Penuh Material Keras
Hasil pemeriksaan pascakematian (nekropsi) terhadap buaya tersebut mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan dan mengerikan. Perut Si Undan dipenuhi berbagai jenis material asing yang sama sekali tidak bisa dicerna. Temuan ini meliputi sampah plastik, pecahan kaca dari tabung televisi, hingga benda tajam seperti mata tombak.

Tim Damkar Inhil menyimpulkan bahwa penyebab utama kematian buaya tersebut adalah obstruksi internal yang parah. Hewan karnivora ini kemungkinan besar menelan benda-benda keras dan material plastik tersebut, yang secara bertahap merusak sistem pencernaannya hingga menyebabkan kegagalan organ. Kasus ini menjadi bukti nyata dampak fatal dari kebiasaan membuang sampah sembarangan ke sungai dan perairan.

Reaksi Publik dan Upaya Konservasi
Video yang mendokumentasikan nasib Si Undan dengan cepat menyebar luas, memicu beragam komentar dari warganet. Banyak yang menyatakan kesedihan mendalam dan secara terang-terangan melontarkan kritik keras terhadap perilaku manusia. Salah satu komentar yang paling menohok adalah pernyataan bahwa: “Manusia adalah predator sebenarnya. Semoga teman-temannya Undan tetap lestari,” yang menempatkan manusia sebagai ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup satwa liar.

Komentar lain secara langsung menuding para pembuang sampah sembarangan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ‘pembunuhan’ tidak langsung terhadap buaya tersebut.

Sebagai upaya untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting, bangkai Si Undan telah dikirimkan ke sebuah lembaga konservasi di Jakarta untuk diawetkan. Pengiriman ini difasilitasi oleh DPKP Inhil menggunakan mobil boks pendingin, memastikan bahwa kondisi bangkai tetap terjaga selama perjalanan agar dapat dijadikan sebagai materi edukasi dan studi kasus mengenai pencemaran lingkungan.

Peringatan Berulang dari Satwa Liar
Kematian Si Undan bukanlah insiden tunggal. Kejadian serupa pernah menggemparkan publik pada tahun 2023, yaitu kematian seekor hiu tutul yang terdampar di Pantai Yehkuning, Jembrana, Bali. Hasil nekropsi yang dilakukan oleh Jaringan Satwa Indonesia (JSI) saat itu menunjukkan temuan yang hampir identik: perut hiu raksasa tersebut juga penuh dengan berbagai jenis sampah plastik.

Kasus berulang yang menimpa satwa liar di dua ekosistem berbeda (sungai dan laut) ini mencerminkan betapa parahnya tingkat pencemaran lingkungan yang telah terjadi di perairan Indonesia. Kematian tragis Si Undan dan hiu tutul di Jembrana seharusnya menjadi peringatan keras yang tidak bisa diabaikan lagi. Kondisi ini menuntut adanya kesadaran kolektif yang mendesak serta tindakan nyata dari pemerintah dan masyarakat untuk menghentikan praktik pembuangan limbah ke habitat satwa liar demi menjaga kelestarian ekosistem.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *