Connect with us

International

Pentagon Khawatir Teknologi F-35 Jatuh ke Tangan China Jika Dijual ke Arab Saudi

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari Sindonews Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan sedang dalam upaya intensif untuk menyelesaikan kesepakatan penjualan persenjataan skala besar ke Arab Saudi. Objek utama dari kesepakatan bernilai miliaran dolar ini adalah 48 unit jet tempur siluman F-35, yang merupakan salah satu teknologi militer paling canggih milik Washington. Namun, rencana ambisius ini menghadapi tentangan signifikan dari dalam pemerintahan AS sendiri. Sebuah laporan intelijen yang disusun oleh Badan Intelijen Pertahanan (DIA), sebuah lembaga di bawah naungan Pentagon, telah menyuarakan kekhawatiran serius. Menurut sumber pemerintah AS yang telah menerima pengarahan mengenai laporan tersebut, para pejabat pertahanan khawatir bahwa teknologi rahasia F-35 dapat jatuh ke tangan China jika penjualan ini dilanjutkan.

Kekhawatiran Pentagon ini memiliki dua cabang utama: risiko spionase langsung oleh China, atau kebocoran teknologi melalui kemitraan keamanan yang sudah terjalin erat antara Arab Saudi dan Beijing. Hubungan militer antara kedua negara tersebut memang telah berkembang pesat. China diketahui telah membantu Arab Saudi membangun rudal balistik, memasok rudal yang lebih canggih, dan bahkan memberikan teknologi yang memungkinkan Riyadh mulai memproduksi komponen rudal sendiri serta mendirikan fasilitas produksinya. Fakta ini sebelumnya telah memicu kekhawatiran di kalangan anggota parlemen Demokrat pada Juni 2022. Di luar risiko China, penjualan ini juga menguji pilar kebijakan luar negeri AS yang telah berlangsung lama di Timur Tengah: komitmen terhadap “Keunggulan Militer Kualitatif” (QME) Israel.

Sejak Perang Arab-Israel tahun 1973, Washington secara konsisten memastikan bahwa Israel memiliki kemampuan militer yang superior untuk mengalahkan ancaman konvensional di kawasan tersebut. Saat ini, Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang mengoperasikan F-35, pesawat yang terbukti krusial dalam serangan udara terhadap Iran pada Oktober 2024 dan Juni 2025. Menurut analis pertahanan Gareth Jennings dari Janes, F-35 kemungkinan besar berperan besar dalam melumpuhkan pertahanan udara Iran, yang memungkinkan jet-jet tempur Israel yang lebih tua beroperasi dengan leluasa. Pemerintahan Trump tampaknya siap untuk melaju meski ada keberatan.

Menteri Pertahanan Pete Hegseth diperkirakan akan segera memberikan persetujuannya, yang akan memulai proses peninjauan antarlembaga. Agenda ini menjadi sangat mendesak menjelang pertemuan yang dijadwalkan antara Presiden Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), di Gedung Putih Selasa depan. Pertemuan ini diperkirakan akan fokus pada finalisasi kesepakatan F-35 dan perumusan perjanjian pertahanan bersama. Upaya diplomatik ini ditegaskan oleh Menteri Pertahanan Saudi, Pangeran Khalid bin Salman, yang baru-baru ini bertemu dengan Hegseth, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan utusan khusus Steve Witkoff untuk memperkuat kerja sama strategis.

Kekhawatiran serupa mengenai kebocoran teknologi ke China sebelumnya telah menggagalkan kesepakatan serupa. Pada tahun 2020, pemerintahan Trump menyetujui penjualan F-35 ke Uni Emirat Arab (UEA) sebagai bagian dari Perjanjian Abraham. Namun, pemerintahan Biden menangguhkan kesepakatan itu pada awal 2021 untuk meninjaunya kembali, terutama karena kemitraan erat UEA dengan China. AS kemudian mengajukan tuntutan perlindungan yang ketat, termasuk pemasangan “tombol pemutus” (kill switch) yang memungkinkan AS menonaktifkan jet dari jarak jauh. Para pejabat Emirat menganggap tuntutan ini terlalu memberatkan, sehingga kesepakatan itu pun gagal.

Kini, para pejabat AS dilaporkan sedang mendiskusikan apakah perlindungan serupa harus diterapkan pada penjualan ke Arab Saudi.Selain jet tempur, MBS juga terus menekan AS untuk melanjutkan perundingan mengenai bantuan pengembangan program nuklir sipil Arab Saudi. Dorongan ini lagi-lagi menimbulkan kekhawatiran di Washington bahwa teknologi tersebut dapat dialihkan untuk upaya pengembangan senjata nuklir.Seluruh negosiasi ini terjadi dalam konteks geopolitik yang rumit. Pemerintahan Trump, seperti halnya pemerintahan Biden, telah berusaha mendorong Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Akan tetapi, prospek tersebut kini tampak suram mengingat tingginya jumlah korban jiwa dalam perang Israel-Hamas di Gaza dan kebijakan garis keras pemerintah sayap kanan Israel terhadap Palestina.

Bagi Arab Saudi, mengakuisisi F-35 bukan hanya soal prestise, tetapi juga lompatan kapabilitas yang masif. Gareth Jennings menggambarkannya sebagai “puncak penerbangan tempur Barat,” yang akan memberikan kemampuan siluman dan penilaian medan perang yang jauh melampaui armada tempur mereka saat ini. Bagi Presiden Trump, kesepakatan ini sejalan dengan citranya sebagai pembuat kesepakatan ulung, terutama dengan negara kaya minyak seperti Arab Saudi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *