Nasional
Pengadilan Tinggi DKI Adili Banding Karen Agustiawan

JAKARTA, (usmnews) – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menggelar sidang banding mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Rabu (21/8/2024). Karen Agustiawan mengajukan banding setelah divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina. Banding ini dilayangkan Karen karena tidak puas dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuk pada Senin, 24 Juni 2024.
“Atas nama terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, sidang tanggal 21 Agustus 2024,” kata Pejabat Humas Pengadilan Tinggi Jakarta, Hakim Sugeng Riyono, Selasa (20/8/2024). Di lansir dari KOMPAS.com
Sugeng menyampaikan, Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Herri Suwantoro telah menunjuk lima orang majelis hakim untuk mengadili perkara Nomor: 41/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI tersebut.
Mereka adalah Sumpeno sebagai ketua majelis bersama Nelson Pasaribu, Berlin Damanik, Gatut Sulistyo, dan Margareta Yulie Setyaningsih sebagai anggota. Kuasa hukum Karen Agustiawan, Luhut Pangaribuan, mengungkapkan sejumlah alasan kliennya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Salah satunya adalah karena majelis hakim di tingkat pertama dinilai tidak mempertimbangkan sejumlah fakta yang membantah surat dakwaan perkara Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst.
“Ikut ‘tertidur’ hukum dan hati nurani dalam putusan itu. Sebab, tidak ada perbuatan dan conflict of interest, (tapi) dinyatakan salah dan melawan hukum,” kata Luhut Pangaribuan kepada Kompas.com, Selasa 25 Juni 2024. “Negara tidak ada rugi (tapi) dinyatakan ada kerugian negara, ada perintah jabatan, (tapi) tidak dibahas,” lanjutnya.
Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor menilai Karen terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Karen dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” kata ketua majelis hakim Maryono saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024. Vonis ini lebih ringan dua tahun dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta agar Karen dihukum 11 tahun penjara.
Kasus Karen Agustiawan
Dalam perkara ini, tindakan melawan hukum dilakukan Karen dengan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC. Tindakan eks Dirut Pertamina itu dilakukan bersama dengan eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani, dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.
Karen memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas. Pengembangan kilang LNG ini disebut hanya memiliki izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko. Selain itu, Karen hanya meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik karena terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional. Atas tindakannya, Karen dianggap telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dollar Amerika Serikat. Selain itu, eks Dirut Pertamina ini disebut turut memperkaya Corpus Christi Liquefaction sebesar 113,839,186.60 dollar AS. Kerugian negara diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 74/LHP/XXI/12/2023.