Tech

Pemanasan Global Mencapai 2,7 Derajat Bahan Bakar Fosil

Published

on

(usmnews) – Pemanasan global diprediksi akan naik mencapai 2,7 derajat Celsius, jauh melampaui target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris untuk menghadapi perubahan iklim. Ilmuwan mendesak agar penggunaan bahan bakar fosil dihentikan segera guna mencegah bencana yang lebih lanjut.

Tanda-tanda perubahan iklim kini terlihat jelas di berbagai belahan dunia. Badai tropis yang cepat, seperti Badai Helene di Amerika Serikat dan Topan Super Yagi di Vietnam, mengakibatkan kerusakan besar. Selain itu, kebakaran hutan yang melanda Kanada telah memporak-porandakan kota-kota, sementara kekeringan ekstrem di Brasil mengeringkan sungai-sungai. Para ahli memperingatkan bahwa makhluk bumi sedang menghadapi perubahan iklim global yang dahsyat dan sangat suram untuk masa depan planet ini.

Laporan State of the Climate 2024, yang disusun oleh tim ilmuwan internasional, menyatakan bahwa pemanasan global telah mencapai angka 2,7 derajat Celsius. Angka ini hampir dua kali lipat dari target Perjanjian Paris yang membatasi pemanasan hanya 1,5 derajat Celsius. Laporan tersebut melacak 35 tanda vital Bumi, dari luas es di laut hingga kondisi hutan, dengan 25 di antaranya mencatat rekor baru yang mengkhawatirkan.

Kendati ada peringatan dari para ilmuwan, penggunaan bahan bakar fosil terus meningkat. Kenaikan ini tumbuh mencapai 14 kali lipat meskipun energi terbarukan, seperti angin dan matahari, juga mengalami pertumbuhan pesat. Para ilmuwan menegaskan bahwa bahan bakar fosil menjadi ancaman utama dengan emisi yang terus berada pada tingkat tertinggi sepanjang masa.

“Laporan kami menekankan perlunya penghentian segera dan menyeluruh terhadap penggunaan bahan bakar fosil secara rutin,” ungkap Thomas Newsome, profesor asosiasi dalam ekologi global di University of Sydney, dan William Ripple, profesor terhormat di Oregon State University, dalam pernyataan mereka, dilansir dari Science Alert (11/10).

Tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang mencatat rekor suhu bulanan terhangat. Permasalahan utama yang belum terselesaikan adalah penggunaan bahan bakar fosil, yang terus memicu peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metana dan karbon dioksida. Pada September tahun lalu, tingkat karbon dioksida di atmosfer mencapai 418 parts per million (ppm), dan tahun ini angkanya telah melebihi 422 ppm.

Mencairnya es di laut juga menjadi perhatian serius. Ketika es laut mencair, air laut yang lebih gelap menyerap lebih banyak sinar matahari, mempercepat pemanasan lebih lanjut. “Dalam beberapa dekade mendatang, kenaikan permukaan air laut akan menimbulkan ancaman yang semakin besar terhadap masyarakat pesisir, membahayakan jutaan orang untuk mengungsi,” kata Newsome dan Ripple.

Selain itu, upaya untuk mengurangi polusi aerosol atmosfer, yang sebelumnya membantu mendinginkan bumi, justru kini mempercepat pemanasan global. Penurunan aerosol bersama dengan penebangan hutan di area penting seperti Amazon mengurangi kemampuan Bumi untuk menyerap karbon secara alami.

Solusi Mendesak

Eksploitasi minyak bumi harus segera dikurangi karena dampaknya terhadap lingkungan yang sangat menghancurkan. Tanpa perubahan yang mendesak, perubahan iklim akan terus memburuk dan membawa bencana yang lebih sering dan ekstrem. Para ilmuwan menegaskan pentingnya tindakan kolektif untuk menangani krisis iklim demi masa depan planet yang lebih baik.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version