International
Guncangan Politik di Abuja: Menhan Nigeria Mundur di Tengah Krisis Penculikan dan Tekanan Internasional

Abuja (usmnews) — Dikutip dari SindoNews, Gelombang ketidakstabilan keamanan yang melanda Nigeria mencapai titik didih politik pada awal Desember 2025. Menteri Pertahanan Nigeria, Mohammed Badaru Abubakar, secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada hari Senin, sebuah keputusan yang diumumkan di tengah situasi negara yang sedang genting.
Langkah ini diambil sebagai respons langsung terhadap eskalasi krisis keamanan domestik yang ditandai dengan serangkaian penculikan massal yang menargetkan institusi pendidikan dan warga sipil.

Status Darurat dan Alasan Pengunduran Diri
Pengunduran diri Abubakar (63) terjadi hanya satu pekan setelah Presiden Nigeria, Bola Tinubu, mendeklarasikan status “darurat keamanan nasional”. Keputusan presiden tersebut dipicu oleh ketidakmampuan aparat keamanan dalam membendung gelombang serangan kelompok bersenjata yang terjadi sepanjang bulan November.
Meskipun konteks keamanan menjadi latar belakang utama, pihak istana kepresidenan memberikan alasan resmi yang berbeda. Juru bicara Presiden Tinubu, Bayo Onanuga, dalam pernyataannya pada Selasa (2/12/2025), menyebutkan bahwa Abubakar mundur sesegera mungkin karena alasan kesehatan.
”Pengunduran dirinya terjadi di tengah deklarasi darurat keamanan nasional oleh Presiden Tinubu, dengan rencana untuk menguraikan cakupannya pada waktunya,” ujar Onanuga, mengisyaratkan adanya perombakan strategi keamanan yang lebih luas pasca-kepergian sang menteri.
Tragedi St. Mary dan Trauma Nasional
Fokus utama kemarahan publik tertuju pada insiden mengerikan yang terjadi pada 21 November lalu. Kelompok geng bersenjata melancarkan serangan terkoordinasi ke sekolah koedukasi St. Mary di wilayah utara-tengah Nigeria.
Dalam peristiwa tersebut, lebih dari 300 orang yang terdiri dari siswa, guru, dan staf sekolah diculik secara paksa. Hingga saat ini, hanya 50 orang yang dilaporkan berhasil melarikan diri, sementara sisanya masih berada dalam tawanan.
Insiden ini menambah daftar panjang trauma bagi negara terpadat di Afrika tersebut yang memang memiliki sejarah panjang terkait konflik bersenjata dan penculikan demi tebusan.
Tekanan Geopolitik: Ancaman Intervensi Amerika Serikat
Krisis internal Nigeria semakin rumit dengan adanya tekanan eksternal yang signifikan dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump, pada akhir Oktober, telah memasukkan Nigeria ke dalam daftar “Negara yang Menjadi Perhatian Khusus” atau Country of Particular Concern (CPC).
Label ini diberikan Departemen Luar Negeri AS atas dugaan pelanggaran kebebasan beragama yang berat, di mana Trump menyoroti pembunuhan terhadap umat Kristen oleh apa yang disebutnya sebagai “kelompok Islamis radikal”.
Retorika Washington tidak berhenti pada sanksi diplomatik. Trump bahkan melontarkan ancaman intervensi militer, sebuah langkah yang ditolak keras oleh pemerintah Nigeria dan para analis keamanan independen karena dianggap melanggar kedaulatan.
Namun, ancaman ini secara efektif menempatkan sorotan dunia internasional pada kegagalan Nigeria dalam menjaga keamanan warganya sendiri, yang kemungkinan besar mempercepat keputusan politik di Abuja, termasuk mundurnya Menteri Pertahanan.
Di tengah ketidakpastian ini, Penasihat Keamanan Nasional Nigeria, Nuhu Ribadu, berusaha menenangkan publik dengan menyatakan bahwa para sandera, khususnya anak-anak, dalam kondisi baik dan upaya pembebasan sedang berlangsung.







