Connect with us

Business

Wacana Cukai Tiket Konser: Antara Peluang dan Polemik

Published

on

Jakarta (usmnews) – Wacana cukai tiket konser saat ini menjadi perhatian publik. Isu tersebut muncul setelah disampaikan Direktur Teknis dan Fasilitas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Iyan Rubianto dalam kuliah umum bertema Menggali Potensi Penerimaan Cukai di PKN STAN. Dalam kesempatan itu, Iyan memaparkan potensi ekstensifikasi atau penambahan jenis cukai baru.

“Beberapa objek eksentifikasi yang diusulkan namun masih perlu dikaji antara lain rumah, tiket konser, fast food, tisu, smartphone, MSG hingga detergen,” ujarnya dalam kuliah umum Menggali Potensi Cukai di PKN STAN yang dipantau secara daring, Rabu, 24 Juli 2024.

Seperti diketahui, kriteria barang yang dikenakan cukai adalah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Hal itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Alasan Wacana Cukai Tiket Konser

Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Kemenkeu Iyan Rubianto menjelaskan bahwa jumlah barang kena cukai di Indonesia masih sangat terbatas. Sebab, hanya ada tiga objek, yakni hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung alkohol. Sementara negara ASEAN lain lebih dari itu, seperti Malaysia yang memiliki 4 objek cukai, Filipina 8, dan Thailand ada 21 barang.

Namun, kata Iyan, yang sudah resmi akan dipungut cukai adalah plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Menurutnya, perluasan objek barang kena cukai telah tertuang dalam undang-undang. Khususnya dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Cukai yang diubah dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kebijakan tersebut diperkuat setelah pemerintah memasukkan komponen MBDK secara resmi pada Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Hal ini dikuatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023. Kebijakan ini juga masuk dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Salah satu tujuannya untuk mendukung ekstensifikasi cukai dengan penambahan objek cukai baru.

Tanggapan Sandiaga Uno

Menanggapi wacana tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan institusinya lebih fokus untuk mendatangkan wisatawan mancanegara ke Indonesia. “Kita tidak tanggapi dulu. Kita fokus pada isu yang sudah ada di depan mata,” kata Sandiaga saat ditemui di kantornya pada Senin, 29 Juli 2024.

Meski demikian, Sandiaga mengatakan isu tersebut bisa mendatangkan polemik. Dia menuturkan akan menunggu berapa besar cukai yang akan dikenai untuk tiket konser. “Saya rasa kita jangan terlalu ber-suudzon. Kita lihat berapa sih yang ditarget dari Bea Cukai untuk tiket ini,” tambahnya.

Selain itu, Sandi mengusulkan rencana ini sebaiknya dikaji lebih mendalam. “Memang benar Indonesia itu perlu uang fiskal yang lebih luas, tapi apakah ini yang tepat? Apakah nggak produk-produk lain? Itu yang mestinya kita masuk ke dalam sebuah diskusi yang lebih teknologis, lebih mendalam, sehingga jangan sampai justru merugikan,” jelasnya.

Respons Bea Cukai

Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan membantah isu pengenaan cukai terhadap tiket konser dan ponsel pintar (smartphone). Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan wacana itu diungkapkan dalam kuliah umum yang tidak berhubungan dengan rencana kebijakan.

“Tidak ada hubungannya dengan kebijakan jangka pendek maupun jangka menengah beberapa tahun ke depan,” ujar Askolani pada Kamis, 25 Juli 2024 dikutip dari Antara.

Senada, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto mengatakan kebijakan ekstensifikasi tersebut masih berupa usulan dari berbagai pihak. “Belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi,” ujarnya, Rabu 24 Juli 2024.

Terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, menurut dia, tidak bisa dengan cepat ditetapkan. Musababnya, perlu pembahasan panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.

“Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut,” kata dia.

Ia juga menambahkan, pemerintah sangat hati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai. “Karena, pemerintah sangat prudent dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya,” kata Nirwala.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *