Connect with us

International

Tragedi Tenggelamnya Kapal Migran Ilegal Myanmar, Tujuh Orang Tewas di Perbatasan Malaysia-Thailand

Published

on

Jakarta (usmnews) – Dikutip Detik.com Tragedi maritim yang memilukan kembali terjadi di perairan Asia Tenggara, di mana sebuah kapal yang mengangkut migran ilegal dari Myanmar dilaporkan terbalik dan tenggelam di dekat perbatasan laut antara Malaysia dan Thailand. Insiden fatal ini telah merenggut nyawa sedikitnya tujuh orang, memicu operasi pencarian dan penyelamatan yang melibatkan Badan Penegakan Maritim Malaysia (MMEA). Pihak berwenang Malaysia memastikan penemuan tujuh jenazah setelah kapal tersebut mengalami kecelakaan di perairan yang berdekatan dengan Pulau Tarutao di Thailand, tepat di sebelah utara resor pulau Langkawi di Malaysia.

Kepala Polisi Negara Bagian Kedah, Adzli Abu Shah, menyampaikan kepada media bahwa kapal nahas yang terbalik itu diperkirakan mengangkut sekitar 90 orang. Penemuan korban dilakukan dalam beberapa hari, dengan enam jenazah—terdiri dari lima perempuan dewasa dan seorang gadis kecil—ditemukan pada hari Minggu (9/11). Direktur MMEA wilayah Kedah dan Perlis, Romli Mustafa, mengonfirmasi penemuan tersebut. Selain itu, satu jenazah lain yang ditemukan sehari sebelumnya pada hari Sabtu (8/11) diyakini merupakan seorang perempuan dari minoritas Rohingya, kelompok yang seringkali menjadi korban penganiayaan di Myanmar.

Meski tragedi ini menelan korban jiwa, upaya penyelamatan juga berhasil menyelamatkan sejumlah nyawa. Setidaknya 13 orang migran ditemukan dalam keadaan hidup, termasuk tiga orang yang diselamatkan pada hari Minggu. Romli Mustafa menambahkan bahwa upaya pencarian dan penyelamatan dihentikan sementara pada hari tersebut dan direncanakan untuk dilanjutkan kembali keesokan harinya, Senin (10/11), untuk mengantisipasi kemungkinan masih adanya korban selamat atau jenazah lain yang belum ditemukan di laut.

Penyelidikan awal mengungkap bahwa insiden ini merupakan bagian dari pergerakan migrasi yang jauh lebih besar. Para pejabat yakin bahwa kapal yang tenggelam tersebut adalah salah satu dari armada yang membawa total setidaknya 300 migran tanpa dokumen yang berangkat dari Myanmar. Kelompok besar ini awalnya menaiki satu kapal besar. Namun, saat mendekati perbatasan maritim Malaysia, mereka diinstruksikan untuk berpindah ke tiga kapal yang lebih kecil, di mana setiap kapal diperkirakan membawa sekitar 100 orang. Kondisi ini membuat risiko perjalanan menjadi sangat tinggi.

Kekhawatiran terhadap nasib para migran semakin meningkat karena dua kapal lain dari kelompok 300 orang tersebut juga dilaporkan hilang. Adzli Abu Shah telah meminta MMEA dan Polisi Perairan untuk segera mengintensifkan operasi pencarian dan penyelamatan guna menemukan dua kapal yang hilang tersebut.

Tragedi ini sekali lagi menyoroti bahaya ekstrem yang dihadapi para migran ilegal. Malaysia, dengan kondisi ekonominya yang relatif makmur, telah lama menjadi tujuan bagi jutaan pekerja migran dari negara-negara Asia yang lebih miskin, banyak di antaranya bekerja di sektor-sektor kunci seperti konstruksi dan pertanian. Namun, perjalanan laut ini seringkali diorganisir oleh sindikat perdagangan manusia yang tidak bertanggung jawab, yang mengambil keuntungan besar dari situasi putus asa para migran. Romli Mustafa menekankan bahwa sindikat-sindikat lintas batas ini kian aktif dalam mengeksploitasi migran, membebankan biaya yang sangat tinggi, yang dilaporkan mencapai hingga $3.500 per orang untuk layanan penyelundupan. Kecelakaan ini menambah daftar panjang insiden mematikan di perairan Malaysia, mengingatkan pada kejadian terburuk sebelumnya, seperti pada Desember 2021, ketika lebih dari 20 migran tewas dalam serangkaian insiden terbaliknya kapal di lepas pantai negara tersebut.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *