International
Topan Yagi Picu Banjir Bandang di Vietnam Utara

HANOI (usmnews) – Topan Yagi memicu banjir bandang di Vietnam utara, menewaskan 22 orang dan menyebabkan puluhan lainnya hilang. Hingga Rabu, jumlah korban tewas terus bertambah, mencapai 141. Air deras dari pegunungan di provinsi Lao Cai melanda dusun Lang Nu, menenggelamkan 35 keluarga di bawah lumpur dan puing-puing. Tim penyelamat menemukan 22 jenazah dan terus berupaya mencari sekitar 70 orang yang masih hilang.
Banjir dan tanah longsor menewaskan banyak warga di provinsi Lao Cai, yang berbatasan dengan China. Tanah longsor memutus akses jalan dan mengisolasi beberapa desa, termasuk daerah wisata populer, Sapa. Van A Po, seorang pemandu wisata, menyatakan bahwa hujan deras membuat pihak berwenang menutup semua kegiatan wisata alam. “Situasinya sangat menakutkan,” ujarnya.
Pariwisata, yang menjadi penopang ekonomi utama di wilayah ini, kini terhenti total. Banyak pekerja di industri tersebut tidak bisa pulang karena kondisi jalan yang rusak. Nguyen Van Luong, seorang pekerja hotel, tidak bisa kembali ke desanya karena jalan sepanjang 15 kilometer dari Sapa ke desanya tertutup tanah longsor. “Saya disarankan untuk tinggal di sini sampai situasi lebih aman,” katanya.
Pada Senin, banjir menghancurkan jembatan baja di provinsi Phu Tho. Jembatan yang melintasi Sungai Merah itu ambruk, menyebabkan 10 mobil dan truk jatuh ke sungai. Di provinsi Cao Bang, banjir menyeret sebuah bus yang mengangkut 20 penumpang ke sungai, setelah tanah longsor menerjang daerah tersebut.
Topan Yagi, yang membawa angin kencang dengan kecepatan hingga 149 kilometer per jam, menjadi badai terkuat yang menghantam Vietnam dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun kekuatan badai menurun pada Minggu, hujan deras tetap berlangsung, membuat sungai-sungai meluap dan merusak banyak infrastruktur. Banjir juga mengakibatkan kerusakan parah pada pabrik-pabrik di kawasan industri Vietnam utara yang berfokus pada ekspor.
Para ilmuwan mengaitkan badai seperti Topan Yagi dengan perubahan iklim. Benjamin Horton, direktur Earth Observatory of Singapore, menjelaskan bahwa air laut yang lebih hangat akibat perubahan iklim memperkuat badai dengan meningkatkan kecepatan angin dan intensitas hujan.