International

Setelah Satu Dekade di Kerobokan, Terpidana Mati Lindsay Sandiford Dipulangkan ke Inggris

Published

on

Denpasar (usmnews) – Dikutip dari Kompas.com seorang nenek asal Inggris, Lindsay June Sandiford, akhirnya dipulangkan ke negara asalnya setelah mendekam selama lebih dari satu dekade di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali. Sandiford, yang sebelumnya menghadapi vonis hukuman mati akibat kasus penyelundupan kokain, diekstradisi bersama seorang tahanan lainnya, Shahab Shahabadi.

Proses penyerahan kedua tahanan ini dilakukan secara resmi pada hari Kamis, 6 November 2025. Acara serah terima tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat berwenang dari Indonesia serta perwakilan resmi dari Kedutaan Besar Inggris.

Dalam prosesi tersebut, Lindsay tampak berusaha menghindari sorotan; ia mengenakan kemeja berwarna putih dan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Ia kemudian dibawa menggunakan kursi roda menuju mobil yang telah disiapkan untuk mengantarnya ke Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, untuk proses repatriasi.

Kronologi Kasus dan Vonis Mati

Kasus yang menjerat Lindsay Sandiford ini berawal pada Mei 2012. Ia ditangkap di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, setibanya dari Bangkok, Thailand. Petugas bea cukai yang curiga menemukan kokain seberat 4,8 kilogram yang disembunyikan secara rapi di dalam lapisan kopernya. Nilai barang haram tersebut ditaksir mencapai 1,6 juta poundsterling atau sekitar Rp 35 miliar.

Selama proses persidangan, perempuan asal Redcar, Teesside, Inggris itu membela diri dengan menyatakan bahwa ia terpaksa menjadi kurir narkoba. Sandiford mengaku bahwa tindakannya didasari oleh ancaman serius dari sindikat penyelundup internasional yang mengancam keselamatan anak-anaknya jika ia tidak mematuhi perintah mereka.

Meskipun demikian, majelis hakim menolak pembelaan tersebut. Pada 22 Januari 2013, pengadilan menjatuhkan vonis bersalah dengan hukuman mati.

Putusan ini jauh lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang hanya meminta hukuman 15 tahun penjara. Hakim berpendapat bahwa tindakan Sandiford telah secara serius “mencoreng martabat hukum Indonesia” karena ia terlibat dalam jaringan peredaran narkotika lintas negara.

Pihak kepolisian juga meyakini Sandiford bukan sekadar kurir, melainkan bagian dari jaringan internasional yang beroperasi di Peru, Kolombia, dan Thailand.

Upaya Banding dan Dukungan Diplomatik

Sejak vonis tersebut dijatuhkan, Sandiford berulang kali mencoba menempuh jalur hukum untuk meringankan hukumannya. Ia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga kasasi ke Mahkamah Agung, namun semua upayanya berakhir dengan kegagalan. Seluruh permohonannya ditolak.

Pada 30 Agustus 2013, Ketua Majelis Hakim Artidjo Alkostar menegaskan bahwa putusan penolakan kasasi diambil secara bulat.

Pemerintah Inggris, melalui Kementerian Luar Negeri (FCDO), sempat memberikan respons. Seorang juru bicara menyatakan bahwa kebijakan fundamental Inggris adalah menolak hukuman mati dalam kondisi apa pun dan mereka akan berupaya membantu warga negaranya yang menghadapi ancaman tersebut.

Namun, ditegaskan pula bahwa mereka tidak akan mencampuri proses hukum di Indonesia.

Upaya Sandiford untuk mendapatkan bantuan hukum lebih lanjut juga terhambat. Pengadilan di London menolak permohonannya agar pemerintah Inggris bersedia menanggung biaya pengacara untuk upaya bandingnya.

Akibatnya, Sandiford harus menghadapi masa tahanannya seorang diri di penjara Kerobokan yang terkenal keras selama bertahun-tahun sebelum akhirnya dipulangkan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version