Connect with us

Business

Profesi “Mata Elang”: Menguak Tabir Gaji Fantastis di Balik Risiko Taruhan Nyawa

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari cnbcindonesia.com Di tengah hiruk-pikuk lalu lintas kota besar, kita sering melihat sekelompok pria duduk di tepi jalan, menatap tajam setiap pelat nomor kendaraan yang lewat sambil memegang buku tebal atau gawai. Mereka dikenal dengan julukan “Mata Elang” atau Matel.

Artikel terbaru yang dirilis oleh CNBC Indonesia menyoroti sebuah fakta yang mencengangkan: di balik penampilan mereka yang sering dianggap meresahkan dan pekerjaan yang penuh risiko fisik, profesi ini menawarkan potensi pendapatan yang sangat menggiurkan, bahkan kerap melampaui gaji rata-rata pekerja kantoran atau Upah Minimum Regional (UMR).

Struktur Pendapatan: Bukan Gaji Bulanan, Tapi “Success Fee”

Satu hal yang perlu diluruskan adalah konsep “gaji” bagi para Mata Elang. Mereka umumnya tidak menerima gaji bulanan tetap layaknya karyawan korporat. Pendapatan mereka berbasis kinerja atau yang dikenal dengan istilah “Success Fee” (biaya keberhasilan).

Sistem ini bekerja berdasarkan target. Para Matel bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan (leasing) atau pihak ketiga (agensi penagihan) untuk melacak kendaraan yang menunggak cicilan (kredit macet).

Target Motor: Untuk satu unit sepeda motor yang berhasil ditemukan dan diamankan (ditarik), seorang Matel bisa mengantongi komisi berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1.500.000 per unit, tergantung jenis motor dan lamanya tunggakan.

Target Mobil: Angkanya jauh lebih fantastis untuk kendaraan roda empat. Penarikan satu unit mobil bisa menghasilkan komisi mulai dari Rp 5 juta hingga puluhan juta rupiah, tergantung nilai aset kendaraan tersebut.

Jika seorang tim Matel yang solid mampu menarik 3-4 motor dalam sebulan, atau satu mobil saja, pendapatan mereka bisa dengan mudah menembus angka dua digit. Inilah yang membuat profesi ini tetap diminati meskipun bahaya mengintai setiap saat.

High Risk, High Return”: Bahaya di Ujung Jalan

Istilah ekonomi High Risk, High Return (Risiko tinggi, hasil tinggi) sangat tepat menggambarkan pekerjaan ini. Tingginya pendapatan tersebut sebanding dengan risiko fatal yang harus mereka hadapi setiap hari.

1. Konfrontasi Fisik: Risiko terbesar adalah bentrokan dengan pemilik kendaraan. Debitur yang emosi sering kali melakukan perlawanan fisik ketika kendaraan mereka hendak ditarik paksa di jalan.

2. Amuk Massa: Sering terjadi kasus di mana Matel diteriki “maling” atau “begal” oleh pemilik kendaraan, yang memancing warga sekitar untuk melakukan aksi main hakim sendiri. Tak jarang, para Matel menjadi korban pengeroyokan massa hingga mengalami cedera serius atau bahkan tewas.

3. Risiko Hukum: Operasional Matel berada di area abu-abu—bahkan sering kali ilegal. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa leasing tidak boleh melakukan eksekusi penarikan paksa secara sepihak tanpa adanya putusan pengadilan atau kesepakatan sukarela. Matel yang nekat menarik paksa di jalanan bisa dijerat pasal perampasan atau pencurian dengan kekerasan, yang berujung pada hukuman penjara.

Transformasi Cara Kerja: Dari Buku Tebal ke Aplikasi Digital

Dahulu, para Matel mengandalkan hafalan luar biasa dan buku tebal berisi daftar ribuan pelat nomor kendaraan bermasalah. Namun, seiring kemajuan teknologi, cara kerja mereka pun berevolusi.

Kini, banyak Matel yang menggunakan aplikasi khusus di smartphone yang terintegrasi dengan basis data perusahaan leasing. Mereka cukup memasukkan nomor polisi kendaraan yang dicurigai, atau menggunakan fitur pemindai, untuk mengetahui status pembayaran kendaraan tersebut secara real-time. Efisiensi ini meningkatkan rasio keberhasilan penarikan unit, yang pada gilirannya meningkatkan potensi pendapatan mereka.

Kesimpulan

Profesi Mata Elang adalah sebuah paradoks ekonomi jalanan. Di satu sisi, mereka adalah bagian dari ekosistem bisnis pembiayaan yang bertugas mengamankan aset perusahaan dari kredit macet. Pendapatan yang mereka terima memang fantastis dan mampu mengubah taraf hidup dalam waktu singkat.

Namun, di sisi lain, cara kerja yang sering kali intimidatif dan melanggar prosedur hukum membuat profesi ini memiliki stigma negatif yang kuat di masyarakat. Gaji besar tersebut pada akhirnya adalah kompensasi atas kesiapan mereka untuk “berkelahi” di jalanan dan menghadapi kemungkinan terburuk: penjara atau rumah sakit. Bagi mereka, setiap pelat nomor adalah peluang cuan, namun juga potensi bencana.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *