Nasional
Pembaruan Sistem Rujukan BPJS Kesehatan: Transisi dari Jenjang Administratif ke Kompetensi Medis
Jakarta (usmnews) di kutip dari CNBC indonesia Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), saat ini tengah memfinalisasi sebuah rencana besar untuk mereformasi sistem rujukan berjenjang dalam kerangka layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Sistem yang berlaku selama ini, yang mengharuskan pasien **’dilempar-lempar’** antar fasilitas kesehatan (faskes) dari tipe rendah ke tipe yang lebih tinggi secara bertahap, dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pelayanan medis modern. Reformasi ini diharapkan menjadi sebuah **tonggak baru** yang krusial dalam tata kelola rujukan pasien JKN, dengan tujuan utama adalah **menekan biaya** yang berulang (inefisiensi) dan **mempercepat penanganan** pasien secara tepat waktu.
### 🔄 Pergeseran Paradigma Rujukan
Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, **Azhar Jaya**, menjelaskan bahwa inti dari perubahan ini adalah pergeseran pola rujukan yang semula berbasis jenjang rumah sakit (RS) administratif menjadi rujukan yang mengutamakan **kompetensi medis**. Dalam sistem yang lama, pasien diwajibkan melalui sebuah alur yang rigid, dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas atau klinik, kemudian berjenjang ke RS tipe D, lalu C, B, dan baru bisa mencapai RS tipe A (yang menyediakan layanan paling lengkap).
Azhar Jaya menekankan bahwa model rujukan yang lama, yaitu dari RS kelas D ke C, lalu ke B, dan berakhir di A, akan digantikan dengan sistem rujukan berbasis kompetensi. “Ke depan, kami juga akan memperbaiki terkait dengan rujukan. Kalau saat ini adalah rujukannya berjenjang, yaitu dari rumah sakit kelas D, kemudian kelas C, kemudian kelas B, sampai kelas A, maka ke depan kami akan melakukan perubahan perbaikan rujukan, menjadi rujukan **berbasis kompetensi**,” ujar Azhar dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR.
### 📉 Kerugian Sistem Rujukan Lama
Sistem rujukan berjenjang yang diterapkan selama ini menuai banyak kritik karena menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan pasien dan sistem secara keseluruhan. Salah satu masalah utama adalah **perjalanan pasien yang tidak singkat** untuk mengakses layanan spesialis yang hanya tersedia di rumah sakit tipe tertinggi, seperti RS Paripurna. Meskipun pasien memiliki kebutuhan medis mendesak yang memerlukan tindakan segera di faskes paripurna, mereka tetap terpaksa mengikuti tahapan berlapis tersebut.
Konsekuensi dari alur yang panjang dan berbelit ini mencakup:
1. **Timbulnya Biaya Berulang:** Pasien dan BPJS Kesehatan harus menanggung biaya administrasi dan pemeriksaan di setiap faskes yang dilewati, bahkan jika faskes tersebut tidak memiliki kompetensi untuk menangani kasus tersebut secara tuntas.
2. **Kehilangan Waktu Penanganan Kritis:** Proses perpindahan dari satu fasilitas ke fasilitas lain secara berjenjang sering kali mengakibatkan **keterlambatan fatal**, terutama bagi pasien dengan kondisi gawat darurat. Pasien berisiko kehilangan waktu berharga akibat berputar-putar di fasilitas yang ternyata tidak memadai untuk kondisinya. Azhar Jaya secara implisit menyinggung kekhawatiran ini, sejalan dengan Menteri Kesehatan sebelumnya yang cemas pasien bisa **’keburu wafat’** sebelum mendapat penanganan yang tepat.
### 🎯 Desain Baru dan Prinsip Kompetensi
Dalam desain reformasi yang baru, **klasifikasi rumah sakit berdasarkan tipe (D hingga A) akan dihapuskan** dan diganti dengan pengelompokan berdasarkan kompetensi dan kapasitas medis yang dimiliki. Kemenkes mengusulkan empat kategori kompetensi baru, yaitu:
1. **Layanan Dasar:** Setara dengan peran yang saat ini dijalankan oleh Puskesmas atau FKTP.
2. **Rumah Sakit Madya**
3. **Rumah Sakit Utama**
4. **Rumah Sakit Paripurna**
Di bawah sistem ini, **dokter atau tenaga medis** di FKTP akan menjadi penentu utama dalam memutuskan rujukan, yang didasarkan pada **indikasi medis** atau **tingkat keparahan penyakit** pasien, alih-alih pada level administratif rumah sakit. Azhar Jaya menegaskan bahwa rujukan akan didasarkan pada kriteria yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan medis yang nyata.
“Perbaikan rujukan berjenjang ini berdasarkan kriteria sesuai indikasi medis atau tingkat keparahan penyakit yang ditentukan tenaga medis… Jadi nanti Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) bisa merujuk ke FKT lainnya, atau dari FKTP ke RS Madya hingga Paripurna,” jelas Azhar.
### 💰 Potensi Keuntungan bagi Pasien dan BPJS
Perubahan mendasar ini membawa janji efisiensi yang signifikan bagi penyelenggaraan JKN. Dengan rujukan yang langsung tertuju ke faskes dengan kompetensi yang sesuai, diharapkan **proses penanganan pasien menjadi tuntas** di fasilitas kesehatan pertama yang dituju.
Azhar Jaya memproyeksikan: “Kalau rujukan ini tergantung kebutuhan medis pasien, maka akan terjadi **penghematan**.” Penghematan ini timbul karena pasien yang sudah dirujuk ke rumah sakit yang kompeten diharapkan tidak perlu lagi dirujuk berulang kali ke faskes lain. Bagi BPJS Kesehatan sebagai pembayar layanan, ini berarti alokasi dana akan menjadi lebih efisien dan tepat sasaran. “Teman-teman BPJS kalau sudah bayar, hanya satu RS saja, karena begitu sudah dirujuk, maka rujukan tersebut harus dilayani secara **tuntas**,” tutupnya, menekankan bahwa reformasi ini adalah sebuah langkah maju untuk memastikan kebutuhan medis dan bahkan nyawa pasien menjadi prioritas utama.