Nasional

Memperketat Gerbang Keadilan: Usulan KY Larang Hakim Tersanksi Melaju ke Kursi Hakim Agung

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari Detik.com, Komisi Yudisial (KY) terus berupaya melakukan reformasi dalam sistem peradilan di Indonesia, khususnya dalam proses rekrutmen jabatan-jabatan krusial. Salah satu wacana terbaru yang mencuat adalah usulan tegas untuk menutup pintu pencalonan bagi hakim yang pernah dijatuhi sanksi disiplin untuk maju dalam seleksi Hakim Agung maupun Hakim Ad Hoc di Mahkamah Agung (MA).

Langkah ini dipandang sebagai upaya vital untuk menjamin bahwa mereka yang duduk di institusi peradilan tertinggi adalah individu dengan integritas yang benar-benar bersih dan tanpa celah.

Integritas Tanpa Kompromi di Puncak Peradilan

​Usulan ini berangkat dari pemikiran bahwa posisi Hakim Agung adalah jabatan “negarawan” yang menjadi tumpuan terakhir masyarakat dalam mencari keadilan. Oleh karena itu, standar moral dan etika yang diterapkan tidak boleh sama dengan standar pegawai pada umumnya. Anggota KY menekankan bahwa rekam jejak seorang hakim harus menjadi indikator utama dalam proses seleksi.

​Jika seorang hakim pernah terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim (KEPH) hingga dijatuhi sanksi, maka ia dinilai telah gagal menjaga amanah profesinya pada tingkat yang lebih rendah. Dengan demikian, memberikan kesempatan bagi mereka untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi di Mahkamah Agung dianggap berisiko mencederai muruah institusi peradilan dan menurunkan kepercayaan publik.

Menutup Celah “Pemutihan” Rekam Jejak

​Dalam praktik seleksi yang berjalan selama ini, sering kali terdapat perdebatan mengenai apakah sanksi di masa lalu—terutama yang bersifat ringan atau sedang—masih bisa ditoleransi jika hakim tersebut telah menunjukkan perbaikan kinerja. Namun, usulan baru ini cenderung mendorong kebijakan “zero tolerance”.

​Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses seleksi tidak hanya menjadi formalitas administratif atau ujian kemampuan teknis hukum semata, tetapi juga menjadi filter moral yang sangat ketat. Dengan aturan ini, diharapkan para hakim di seluruh Indonesia akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan benar-benar menjaga integritas mereka sepanjang karier jika ingin bercita-cita menjadi pimpinan di puncak peradilan.

Dampak bagi Masa Depan Mahkamah Agung

​Implementasi usulan ini diharapkan dapat membawa dampak jangka panjang bagi kualitas putusan di Mahkamah Agung. Hakim Agung yang terpilih melalui proses yang sangat ketat secara etika cenderung akan menghasilkan putusan yang lebih objektif, bersih dari intervensi, dan berwibawa. Selain itu, kebijakan ini akan menjadi pesan kuat bagi seluruh hakim di pengadilan tingkat pertama maupun banding bahwa setiap pelanggaran etika memiliki konsekuensi permanen terhadap jenjang karier mereka.

​Meskipun usulan ini masih memerlukan kajian lebih lanjut dan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Agung sendiri, aspirasi ini mencerminkan keinginan kuat untuk membersihkan institusi peradilan dari bibit-bibit masalah sejak tahap seleksi awal.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version