International
Manuver Berisiko dan Pergeseran Aliansi, Dampak Penjualan Senjata Pakistan ke Haftar di Tengah Gejolak Geopolitik Timur Tengah
Semarang (usmnews) – Dikutip dari sindonews.com politik di Afrika Utara dan Timur Tengah kembali menunjukkan pergeseran yang dinamis dan rumit, terutama yang berpusat pada sosok Jenderal Khalifa Haftar di Libya. Situasi ini melibatkan jaring laba-laba diplomasi yang menghubungkan negara-negara Teluk, Turki, Pakistan, Mesir, hingga konflik saudara di Sudan.
Diplomasi Dua Kaki Negara Teluk dan Turki
Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi, yang selama ini dikenal sebagai pendukung blok timur Libya, kini mulai memainkan strategi diplomasi yang lebih cair. Kedua negara tersebut dilaporkan telah memperluas hubungan mereka ke Tripoli (pemerintah di barat Libya), namun tanpa memutuskan tali dukungan kepada Haftar. UEA tetap menjadi sekutu terdekat Haftar di kawasan Teluk, sementara Arab Saudi terus memberikan dukungan lobi politik yang signifikan bagi sang jenderal. Bahkan, kedutaan besar Rusia di Riyadh disebut-sebut berperan sebagai perantara yang memfasilitasi hubungan erat antara Haftar dan Moskow.
Di sisi lain, Turki yang secara historis berseberangan dengan Haftar, mulai mengambil langkah pragmatis. Ankara telah berupaya mendekati kubu Haftar melalui putranya yang digadang-gadang sebagai calon penerus, Saddam Haftar. Meskipun sempat ada wacana kunjungan Khalifa Haftar ke Turki pada awal tahun ini, rencana tersebut kandas dan tidak pernah terwujud, menyisakan tanda tanya mengenai arah rekonsiliasi kedua pihak.
Dilema Pakistan: Antara Sekutu Teluk dan Turki
Di tengah pusaran ini, Pakistan mengambil langkah yang cukup berisiko dengan memutuskan untuk menjual senjata kepada pasukan Haftar. Keputusan Islamabad ini tidak lepas dari kedekatan mereka dengan poros Riyadh dan Abu Dhabi. Negara-negara Teluk mungkin tidak keberatan dengan transaksi ini, namun langkah tersebut berpotensi besar memicu kemarahan Turki.
Posisi Pakistan sangat dilematis. Di satu sisi, Turki adalah mitra strategis yang krusial; Ankara merupakan pemasok senjata terbesar ketiga bagi Pakistan (setelah China) dan pendukung setia Pakistan dalam sengketa wilayah Kashmir melawan India. Penjualan senjata kepada Haftar—yang merupakan rival kepentingan Turki di Libya—dapat dianggap sebagai “tusukan” diplomatik yang memperkeruh hubungan keamanan erat antara Ankara dan Islamabad.
Ketegangan Regional: Faktor Sudan dan Keretakan dengan Mesir
Kompleksitas situasi semakin bertambah dengan memanasnya hubungan antara keluarga Haftar dan Mesir. Kairo, yang dulunya adalah pendukung utama Haftar, kini merasa terganggu dengan manuver Haftar di perbatasan selatan. Ketegangan ini dipicu oleh dukungan dan koordinasi pasukan Haftar dengan Rapid Support Forces (RSF), kelompok paramiliter yang sedang berperang melawan tentara nasional di Sudan.
Laporan lapangan menunjukkan bahwa wilayah tenggara Libya yang berbatasan dengan Darfur telah menjadi jalur logistik bagi Haftar untuk mengirimkan pasokan senjata kepada RSF. Puncaknya, pada bulan Juni lalu, pejabat Arab mengungkapkan adanya serangan lintas batas gabungan yang dilakukan oleh pasukan Haftar dan RSF terhadap tentara Sudan. Hal ini menempatkan Haftar dalam posisi yang berseberangan langsung dengan Mesir, mengingat Kairo adalah pendukung kuat tentara nasional Sudan dalam konflik tersebut.
Secara keseluruhan, keputusan Pakistan masuk ke dalam gelanggang ini dengan mempersenjatai Haftar tidak hanya sekadar transaksi militer, melainkan sebuah pertaruhan diplomatik yang berpotensi mengubah keseimbangan aliansi di kawasan tersebut.