Nasional
Lonjakan 2.024 Laporan Kekerasan di Jakarta: Data dan Analisis Dinas PPAPP Sepanjang 2025

Semarang(Usmnews)– Dikutip dari beritanasional.com Menjelang akhir tahun 2025, Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta merilis data yang cukup mengejutkan mengenai situasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Ibu Kota. Berdasarkan data yang dihimpun sejak awal tahun, tepatnya 1 Januari hingga 24 November 2025, tercatat sebanyak 2.024 laporan kasus yang masuk. Angka ini terbilang fantastis karena meskipun tahun 2025 belum sepenuhnya berakhir, total kasusnya sudah hampir menyamai akumulasi laporan sepanjang tahun 2024.
Secara geografis, sebaran kasus ini tidak merata di seluruh wilayah. Jakarta Timur menduduki peringkat pertama sebagai wilayah dengan laporan terbanyak, yang kemudian disusul oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Data ini memberikan gambaran spesifik bagi pemerintah daerah mengenai fokus wilayah yang memerlukan intervensi lebih intensif.

Anak-Anak Menjadi Kelompok Paling RentanHal yang paling memprihatinkan dari data tersebut adalah komposisi korbannya. Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainnah, mengungkapkan fakta bahwa mayoritas korban bukanlah orang dewasa, melainkan anak-anak. Sebanyak 53 persen dari total 2.024 kasus melibatkan korban berusia di bawah 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
Jenis kekerasan yang dialami pun sangat beragam dan kompleks. Laporan yang masuk mencakup spektrum kekerasan yang luas, mulai dari kekerasan fisik, serangan psikis, kekerasan seksual, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), hingga ancaman kejahatan berbasis siber atau online yang kini kian marak.
Anomali Data: Meningkat Bukan Berarti MemburukMelihat lonjakan angka statistik ini, masyarakat mungkin cenderung berasumsi bahwa Jakarta sedang dalam kondisi darurat atau situasi keamanan yang memburuk drastis. Namun, Iin Mutmainnah memberikan perspektif yang berbeda. Menurutnya, lonjakan angka ini justru harus dilihat sebagai indikator keberhasilan edukasi publik.
Peningkatan laporan ini merefleksikan keberanian masyarakat yang semakin tinggi untuk bersuara (speak up). Jika di masa lalu banyak kasus kekerasan yang terkubur karena rasa takut, malu, atau ketidaktahuan cara melapor, kini masyarakat semakin sadar akan hak-hak mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa “gunung es” kasus kekerasan mulai mencair dan muncul ke permukaan, didorong oleh akses pengaduan yang semakin inklusif dan mudah dijangkau.
Perluasan Akses Keadilan hingga Akar RumputPemprov DKI Jakarta menyadari bahwa keberanian melapor harus didukung oleh infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, upaya jemput bola dilakukan dengan menyediakan berbagai kanal pengaduan yang terintegrasi. Masyarakat kini tidak hanya bergantung pada satu saluran, melainkan dapat mengakses Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA), layanan konseling keliling (mobile), hingga Pusat Pelayanan Keluarga (Puspa).
Bahkan, akses bantuan telah didekatkan hingga ke tingkat akar rumput melalui penyediaan 44 pos pengaduan di tingkat kecamatan serta optimalisasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Fasilitas ini tidak sekadar menjadi loket pengaduan, tetapi juga dilengkapi dengan tenaga profesional seperti konselor dan paralegal yang siap memberikan pendampingan psikologis maupun hukum. Mengingat kekerasan adalah isu lintas sektor (cross cutting issue), penanganannya pun dilakukan secara kolaboratif melibatkan dinas pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Reformasi Regulasi Menuju 2026 Sebagai langkah strategis jangka panjang untuk memperkuat payung hukum, Pemprov DKI Jakarta saat ini tengah melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Langkah ini sangat krusial untuk menyelaraskan aturan daerah dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan secara nasional pada tahun 2022.
Proses revisi ini diproyeksikan akan melahirkan dua produk hukum baru pada tahun 2026, yakni Perda khusus tentang Perlindungan Perempuan dan Perda tentang Penyelenggaraan Kota dan Kabupaten Layak Anak. Dengan adanya pembaruan regulasi ini, diharapkan kerangka hukum di Jakarta menjadi lebih relevan, responsif, dan mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap dinamika kasus kekerasan yang terus berkembang.






