Connect with us

Business

Krisis Pasokan Jelang Nataru: Harga Cabai di Sulsel Meroket, Stok Defisit Ratusan Ton

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari kompas.com Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025, stabilitas pasar di Sulawesi Selatan (Sulsel) mulai terguncang. Para pedagang dan masyarakat dihadapkan pada kenyataan pahit berupa lonjakan harga bahan pangan yang signifikan, khususnya komoditas cabai. Fenomena ini dipicu oleh menipisnya stok di tingkat distributor dan petani, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara tingginya permintaan musiman dengan ketersediaan barang.Lonjakan Harga yang Mencekik. Berdasarkan pantauan di lapangan, khususnya di Pasar Terong, Makassar, kenaikan harga ini sudah mulai terasa sejak sepuluh hari terakhir. Usman, salah satu pedagang di pasar tersebut, mengungkapkan keresahannya pada Kamis (11/12/2025). Menurutnya, fluktuasi harga sangat bergantung pada kelancaran pasokan; begitu stok menipis, harga otomatis melambung.Kenaikan harga yang terjadi terbilang drastis. Cabai rawit yang normalnya dijual dikisaran Rp 20.000 per kilogram, kini meroket tajam hingga menyentuh angka Rp 50.000 sampai Rp 60.000 per kilogram.

Tidak hanya cabai rawit, cabai besar pun mengalami kenaikan harga dua kali lipat, dari Rp 15.000 menjadi Rp 30.000 per kilogram.Dampak inflasi pangan ini tidak berhenti pada komoditas pedas saja. Sayur-mayur seperti buncis dan wortel ikut terkena imbasnya. Harga kedua jenis sayuran ini melonjak hingga tiga kali lipat, dari yang semula hanya Rp 5.000 kini harus ditebus konsumen dengan harga Rp 15.000 per kilogram.Data Pemerintah: Defisit Pasokan yang Mengkhawatirkan. Merespons gejolak pasar ini, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan membuka data terkait kondisi riil di lapangan. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sulsel, M. Ilyas, mengonfirmasi pada Jumat (12/12/2025) bahwa provinsi tersebut memang sedang mengalami defisit pasokan yang cukup parah.Tercatat, neraca ketersediaan cabai rawit di Sulsel mengalami kekurangan (minus) sebesar 519 ton. Angka ini mengindikasikan bahwa ketahanan stok cabai rawit di wilayah tersebut berada dalam posisi minus enam hari, yang artinya ketersediaan barang sangat kritis dibandingkan kebutuhan harian masyarakat.

Masalah ternyata tidak hanya terjadi pada cabai. Komoditas strategis lainnya, yakni bawang putih, juga mengalami kelangkaan. Sejak bulan Oktober lalu, neraca bawang putih di 24 kabupaten/kota di Sulsel sudah menunjukkan angka merah dengan defisit mencapai 669 ton, atau setara dengan ketahanan minus 16 hari. Peta Sebaran Stok dan Faktor CuacaDalam analisis sebarannya, Dinas Ketahanan Pangan memetakan wilayah-wilayah yang mengalami surplus dan defisit. Kabupaten Jeneponto tercatat sebagai lumbung penyelamat dengan stok cabai rawit yang masih melimpah, yakni sekitar 2.500 ton. Sebaliknya, wilayah seperti Kabupaten Sidrap dan Tana Toraja mengalami kekurangan pasokan yang serius. Meski demikian, masyarakat Tana Toraja sedikit terbantu dengan adanya alternatif lokal, yaitu cabai Katokkong.M. Ilyas menjelaskan bahwa faktor utama pemicu kelangkaan ini adalah siklus musim. Para petani cenderung mempercepat masa panen mereka di bulan September untuk menghindari kerusakan tanaman akibat datangnya musim hujan. Akibatnya, pada bulan Desember ini, stok hasil panen di tingkat petani sudah mulai menipis karena telah dijual atau dikumpulkan pada bulan-bulan sebelumnya.

Strategi Intervensi Pemerintah. Untuk menanggulangi krisis pangan jelang hari besar keagamaan ini, pemerintah provinsi telah menyiapkan langkah taktis. Salah satu strategi utamanya adalah melakukan distribusi silang antarwilayah, yakni mengalirkan pasokan dari daerah surplus seperti Jeneponto ke daerah-daerah yang mengalami kekosongan stok. Besar harapan pemerintah bahwa petani di Jeneponto masih memiliki cadangan panen yang cukup untuk menutupi lonjakan permintaan saat Nataru.Sebagai langkah konkret jangka pendek, Dinas Ketahanan Pangan Sulsel akan menginstruksikan seluruh bupati dan wali kota di 24 wilayah untuk menggelar “Gerakan Pangan Mandiri” secara serentak. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung mulai tanggal 23 hingga 30 Desember 2025. Melalui intervensi ini, diharapkan harga dapat ditekan dan masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan pokoknya selama perayaan Natal dan Tahun Baru tanpa terbebani harga yang tidak wajar.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *