Lifestyle

Kaitan Erat Antara Piring dan Pikiran: Daftar Makanan yang Terbukti Memicu Stres dan Risiko Depresi

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNBC Indonesia, Selama ini, masyarakat cenderung mengaitkan pola makan hanya dengan kesehatan fisik, seperti risiko obesitas atau penyakit jantung. Namun, penelitian terbaru yang dirangkum dalam laporan CNBC Indonesia mengungkapkan fakta yang lebih mendalam: apa yang kita konsumsi secara langsung memengaruhi kondisi psikologis kita.

Kesehatan mental ternyata sangat dipengaruhi oleh “bahan bakar” yang kita berikan kepada otak, di mana jenis makanan tertentu terbukti secara klinis dapat memperburuk gejala stres, kecemasan, hingga depresi.

Ancaman di Balik Rasa Manis dan Karbohidrat Olahan

​Salah satu musuh utama bagi stabilitas emosi adalah makanan tinggi gula dan karbohidrat olahan. Konsumsi donat, roti putih, pasta, dan minuman manis dalam kemasan memicu lonjakan kadar gula darah secara drastis (sugar rush). Namun, lonjakan ini akan diikuti oleh penurunan kadar gula yang juga sangat cepat (crash).

​Fluktuasi yang ekstrem ini memaksa tubuh melepaskan hormon kortisol (hormon stres) untuk menyeimbangkan kembali kondisi tubuh. Akibatnya, seseorang akan merasa lebih mudah tersinggung, cemas, dan mengalami kelelahan mental. Dalam jangka panjang, pola makan tinggi gula ini berkaitan erat dengan risiko depresi klinis karena dapat mengganggu keseimbangan kimiawi di otak.

Bahaya Makanan Ultra-Proses (UPF)

Makanan ultra-proses atau Ultra-Processed Foods (UPF) seperti sosis, nugget, mi instan, dan camilan kemasan mengandung berbagai bahan tambahan pangan, seperti pengawet, pewarna buatan, dan pemanis buatan. Penelitian menunjukkan bahwa zat-zat kimia ini dapat memicu peradangan sistemik di dalam tubuh, termasuk pada otak.

​Peradangan atau inflamasi kronis pada otak merupakan salah satu pemicu utama gangguan suasana hati (mood disorder). Selain itu, makanan jenis ini biasanya miskin nutrisi penting seperti omega-3, serat, dan vitamin B, yang sebenarnya sangat dibutuhkan otak untuk memproduksi hormon kebahagiaan seperti serotonin.

Lemak Trans dan Dampaknya pada Neurotransmitter

​Makanan cepat saji yang digoreng dengan minyak yang dipanaskan berulang kali mengandung lemak trans yang tinggi. Lemak jahat ini tidak hanya menyumbat pembuluh darah, tetapi juga dapat menghambat komunikasi antar sel saraf di otak. Ketika jalur komunikasi ini terganggu, produksi neurotransmitter yang mengatur ketenangan dan kebahagiaan menjadi terhambat, sehingga seseorang menjadi lebih rentan terhadap serangan stres dan perasaan sedih yang berkepanjangan.

Kafein Berlebih dan Pemanis Buatan

​Meskipun kafein dalam dosis kecil bisa meningkatkan fokus, konsumsi kafein berlebih dapat memicu detak jantung cepat dan gangguan tidur. Kurang tidur adalah jalan pintas menuju memburuknya kesehatan mental. Selain itu, beberapa jenis pemanis buatan seperti aspartam yang sering ditemukan dalam minuman diet diduga dapat mengganggu produksi asam amino esensial di otak yang berperan dalam menjaga suasana hati tetap stabil.

Kesimpulan: Pentingnya Hubungan “Gut-Brain”

​Pesan utama dari artikel ini adalah pentingnya menyadari hubungan antara usus dan otak (Gut-Brain Axis). Mikroba di usus berperan besar dalam memproduksi serotonin, dan makanan buruk akan merusak ekosistem mikroba tersebut.

Beralih ke pola makan whole food yang kaya akan sayuran, buah-buahan, dan protein sehat bukan hanya investasi untuk tubuh yang bugar, tetapi juga untuk jiwa yang tenang dan bahagia.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version