International
Iran Pasca-Perang: Siap Tempur 10 Tahun dan Bangun Ulang Situs Nuklir

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNN Indonesia Menyusul terjadinya perang intensif selama dua pekan pada bulan Juni lalu, di mana Iran menghadapi Israel yang didukung oleh Amerika Serikat, kondisi negara Persia tersebut dilaporkan tidak hancur lebur seperti yang mungkin diperkirakan. Sebaliknya, Teheran justru mengeluarkan retorika yang kuat, termasuk sesumbar bahwa mereka memiliki kapasitas untuk berperang melawan Israel selama sepuluh tahun lagi.Meskipun pihak Iran mengakui adanya kerusakan pada beberapa instalasi nuklir akibat serangan tersebut, mereka telah berjanji untuk segera membangunnya kembali.
Berikut adalah rincian kondisi dan pernyataan Iran pasca-konflik:
1. Komitmen Pembangunan Kembali Situs NuklirIran menegaskan tekadnya untuk merehabilitasi situs-situs nuklir yang rusak akibat serangan Israel dan AS. Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa fasilitas-fasilitas yang hancur akan dibangun kembali dan bahkan diklaim akan “lebih kuat dari sebelumnya”.”Dengan menghancurkan bangunan-bangunan, kita tidak akan mundur. Para ilmuwan masih punya pengetahuan nuklir yang diperlukan,” kata Pezeshkian seperti dikutip oleh Reuters. Walaupun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai rencana tersebut, pernyataan ini konsisten dengan apa yang pernah ia sampaikan pada Februari lalu, bahkan sebelum serangan Israel terjadi, di mana ia mengeklaim Teheran akan membangun kembali situs nuklirnya jika diserang.Perang 12 hari yang diluncurkan Israel pada bulan Juni itu dilaporkan menargetkan fasilitas nuklir, permukiman, dan juga menyebabkan tewasnya sejumlah ilmuwan terkemuka Iran.

2. Klaim Peningkatan Kekuatan MiliterPasca-perang, Iran juga mengklaim bahwa kekuatan militer mereka kini justru menjadi lebih tangguh. Juru bicara Kementerian Pertahanan Iran, Brigadir Jenderal Reza Talaei, menyatakan bahwa kapabilitas alat utama sistem pertahanan (alutsista) mereka telah meningkat setelah konflik.Talaei bahkan menyebut bahwa Israel dan sekutunya telah gagal mencapai target mereka di Iran, meskipun diduga telah mempersiapkan serangan tersebut selama 15 tahun. Klaim ini senada dengan pernyataan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang turut membantah bahwa AS berhasil menghancurkan sejumlah situs nuklir Iran dalam perang tersebut.
3. Kesiapan Perang Jangka PanjangLebih jauh, Iran menyatakan kesiapannya untuk pertempuran jangka panjang. Seorang komandan militer senior, Wakil Kepala Staf Angkatan Bersenjata dan mantan Menteri Pertahanan Brigadir Jenderal Amir Mohammadreza Ashtiani, menegaskan bahwa Teheran siap menghadapi perang hingga 10 tahun melawan Israel di tengah meningkatnya ketegangan.Ashtiani mengklaim bahwa militer Iran memiliki persediaan peralatan dan, yang lebih penting, moral yang cukup untuk konflik panjang. “Peralatan kami tidak mengalami kerusakan signifikan, dan kami memiliki persediaan yang cukup untuk berperang selama sepuluh tahun jika diperlukan,” ujarnya kepada media lokal.Ia menekankan bahwa faktor penentu kemenangan bukan hanya kekuatan peralatan, tetapi juga semangat tempur, yang ia sebut sebagai “tiga perempat dari pertempuran”. Menurutnya, pasukan Iran berpengalaman, terlatih, dilengkapi sistem modern, dan memiliki semangat juang yang tinggi.

4. Gambaran Kekuatan Militer Pasca-PerangDi sisi lain, data dari Global Firepower (GFP) menunjukkan bahwa kekuatan militer Iran pasca-perang “tidak banyak berubah”. Iran tetap berada di peringkat ke-16, sedikit di bawah Israel. Namun, tabel GFP memberi tanda panah menurun untuk Iran, yang mengindikasikan adanya penurunan.Sebagai kontras, Israel dan Amerika Serikat mengeklaim telah berhasil menghancurkan tiga instalasi nuklir vital di Fordow, Natanz, dan Isfahan.Meskipun demikian, Presiden Pezeshkian tetap mengklaim bahwa negaranya “menang” dalam perang 12 hari itu. Ia menyoroti bahwa dalam delapan kategori penilaian GFP, Iran unggul dalam enam kategori dibandingkan Israel, termasuk jumlah personel aktif (610 ribu vs 170 ribu), kekuatan darat, laut, logistik, sumber daya nasional, dan finansial. Namun, Israel tercatat masih unggul dalam jumlah pasukan cadangan (465 ribu vs 350 ribu) dan kekuatan udara (612 unit pesawat vs 551 unit).







