Tech

Inovasi Infrastruktur Digital: China Memimpin Era Baru dengan Pusat Data Bawah Laut Komersial Pertama, Melampaui Microsoft

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari kompas.com ​Ketika mayoritas negara masih memfokuskan upaya mereka pada pembangunan pusat data konvensional di daratan yang sangat bergantung pada sistem pendingin udara, China telah mengambil langkah strategis yang jauh lebih berani dengan menenggelamkan infrastruktur digitalnya ke dasar laut.

Langkah ambisius ini tidak semata-mata didorong oleh pencarian efisiensi energi, tetapi juga menjadi sinyal kuat dominasi baru China dalam inovasi infrastruktur digital di panggung global. Melalui proyek pusat data bawah laut perdananya, negara tersebut kini secara resmi telah menyalip Microsoft, perusahaan teknologi raksasa yang sebetulnya memelopori konsep serupa melalui eksperimen yang dikenal sebagai “Project Natick”.

​China kini secara resmi telah mengoperasikan fasilitas data center bawah laut komersial pertama di dunia. Fasilitas ini berlokasi strategis di kawasan Lin-gang, Shanghai, dan menjadi tonggak penting dalam transformasi energi serta teknologi. Pengoperasian ini sekaligus menjadi pembuktian bahwa konsep pusat data di bawah permukaan laut bukan lagi sekadar eksperimen teoretis, melainkan sebuah solusi yang layak secara komersial.​

Foto: iNews

Proyek ini dikembangkan oleh Shanghai Hicloud melalui kemitraan dengan beberapa perusahaan besar, termasuk China Telecom, Shenergy, dan CCCC Third Harbor Engineering. Investasi total yang digelontorkan untuk proyek infrastruktur canggih ini dilaporkan mencapai 226 juta dollar AS, atau setara dengan sekitar Rp 3,5 triliun.

Sebagai perbandingan, Microsoft sebelumnya telah melakukan uji coba pada tahun 2018 dengan menenggelamkan 855 server di lepas pantai Skotlandia. Tujuan utama eksperimen tersebut adalah untuk menguji efektivitas sistem pendinginan alami yang disediakan oleh laut.

Akan tetapi, pada tahun 2024, Microsoft memutuskan untuk menghentikan proyek tersebut. Meskipun Project Natick dinilai berhasil sebagai proof of concept (bukti konsep), perusahaan tersebut memilih untuk tidak melanjutkannya ke tahap komersialisasi skala penuh.

​Fasilitas bawah laut milik China dirancang untuk sangat efisien dan ramah lingkungan. Pusat data ini disimpan di dalam kapsul-kapsul khusus yang tahan tekanan tinggi serta dilapisi material anti-korosi, yang kemudian ditempatkan pada kedalaman sekitar 35 meter di bawah permukaan laut.​

Foto: Tekno Kompas

Keunggulan utamanya adalah efisiensi operasional. Dengan memanfaatkan pendinginan alami dari air laut dan mengandalkan pasokan energi yang 95 persen bersumber dari angin lepas pantai, pusat data ini berhasil mencapai skor Power Usage Effectiveness (PUE) di bawah 1,15.

Angka ini jauh lebih superior dibandingkan pusat data di darat yang umumnya memiliki PUE di kisaran 1,50 hingga 1,60. Pada tahap awal operasinya, fasilitas ini sudah menghasilkan daya sebesar 2,3 megawatt, dengan target pengembangan kapasitas hingga 24 megawatt.​Pihak pengembang memastikan bahwa dampak termal (panas) dan dampak maritim lainnya masih berada dalam batas aman, meskipun klaim ini masih menunggu hasil verifikasi independen.

Di balik efisiensinya, proyek ini menyimpan tantangan teknis yang signifikan, terutama pada aspek pemeliharaan dan penggantian komponen. Proses ini diakui jauh lebih rumit dan kompleks dibandingkan melakukan perawatan pada fasilitas di daratan.​

Meski demikian, langkah berani China ini menegaskan arah baru dalam evolusi infrastruktur digital global, yaitu memindahkan pusat komputasi dari daratan ke lautan untuk mengejar efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version