International
Ibrahim Huweija: Mantan Intelijen, Pembunuh Massal
Damaskus (usmnews) – Ibrahim Huweija, mantan pejabat intelijen tinggi di bawah rezim Bashar al-Assad, kini ditangkap oleh pihak keamanan Suriah di pesisir Latakia saat bentrokan mematikan dengan loyalis Assad terjadi. Ia menimbulkan kecaman karena memimpin operasi brutal dan melakukan pembunuhan massal, termasuk penembakan pemimpin Druze, Kamal Jumblatt, pada tahun 1977. Pihak keamanan menyasar targetnya dengan operasi intens dan berhasil menangkapnya, sementara kelompok oposisi merayakan penangkapan itu sebagai titik balik dalam konflik.
Ibrahim Huweija memulai karier militernya pada tahun 1970-an dan dengan cepat naik pangkat. Ia memimpin intelijen Angkatan Udara sejak tahun 1995 di bawah kepemimpinan Hafez al-Assad. Selama masa jabatannya, ia mengawasi penindasan brutal terhadap pembangkang dan menjalankan operasi rahasia yang mengerikan. Tindakan kekejamannya menandai transisi dari era stabil ke kekacauan politik di Suriah.
Ibrahim Huweija memimpin tim intelijen kejam dan memainkan peran kunci dalam pembantaian di Hama pada tahun 1982, yang menewaskan puluhan ribu orang. Ia menjalankan operasi militer di dalam dan luar Suriah, terutama saat pemerintah menguasai Lebanon. Selain itu, ia mengepalai aksi penindasan yang mengakibatkan penderitaan masyarakat sipil. Tindakan tersebut memicu kecaman internasional dan memperburuk ketegangan di kawasan.
Ibrahim Huweija mengawasi pembunuhan politik di Lebanon, termasuk penembakan pemimpin oposisi, dan memimpin operasi keamanan yang menindas perlawanan rakyat. Beberapa laporan menobatkan namanya sebagai arsitek pembunuhan musuh-musuh rezim di kawasan tersebut. Tindakan brutalnya menyebabkan trauma mendalam bagi komunitas lokal dan internasional, sehingga konflik semakin mengguncang stabilitas regional.
Ibrahim Huweija akhirnya dipecat oleh Bashar al-Assad pada tahun 2002 untuk melemahkan kekuatan pejabat lama. Penangkapannya baru-baru ini menyimbolkan kejatuhan rezim otoriter. Para pihak menuntut keadilan segera dan menghentikan kekejaman yang telah menderita masyarakat. Pemerintah serta komunitas internasional mendesak langkah konkret untuk membangun masa depan yang lebih adil dan rekonsiliasi, sehingga penderitaan akibat kekerasan dapat segera berakhir.