Lifestyle
Hipotermia Mengancam : Waspadai Risiko Saat Mendaki Gunung

Jakarta (usmnews) – Para pendaki menghadapi risiko serius ketika mendaki gunung tinggi, terutama terhadap Acute Mountain Sickness (AMS) dan hipotermia. Dua perempuan pendaki Carstensz Pyramid di Papua Tengah meninggal pada Sabtu (1/3), yang memicu peringatan agar pendaki lebih waspada. Dr. Faisal Parlindungan Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam dari RSUI, memperingatkan bahwa kedua kondisi ini mengancam keselamatan jika kita tidak segera mengatasinya, terutama di lingkungan ekstrem gunung.
Dr. Faisal menegaskan bahwa AMS muncul akibat kekurangan oksigen di ketinggian, biasanya di atas 2.500 meter. Tubuh yang tidak terbiasa dengan kadar oksigen rendah akan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, hilangnya nafsu makan, kelelahan, dan pusing. Pendaki yang mengalami gejala AMS sebaiknya segera turun ke ketinggian yang lebih rendah, beristirahat, dan menghindari aktivitas fisik berlebihan. Ia menekankan agar pendaki menjaga asupan cairan dan menghindari minuman beralkohol agar kondisi tubuh tetap stabil.
Sementara itu, dr. Faisal juga menguraikan bahwa hipotermia terjadi akibat penurunan suhu tubuh ketika terpapar dingin dalam waktu lama. Pendaki dengan suhu di bawah 35°C menggigil, kulitnya pucat, bicara sulit, dan denyut jantung serta pernapasan menurun. Tim penyelamat harus segera membawanya ke tempat hangat, menghangatkannya bertahap, dan memberinya cairan serta makanan berkalori tinggi.
Dr. Faisal mendorong pendaki untuk melakukan aklimatisasi secara bertahap dan selalu memperhatikan kondisi fisik saat berada di ketinggian. Ia menekankan bahwa pendaki harus menjaga diri dengan serius melalui persiapan yang matang dan kesadaran penuh akan kondisi alam. Dengan langkah aktif ini, pendaki dapat meminimalisir risiko dan menjaga keselamatan saat mendaki gunung tinggi, dengan selalu mengikuti protokol keamanan yang ketat.