Nasional
DKI Jakarta mencatat lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebesar 10% sepanjang tahun ini.

Semarang (usmnews) dikutip dari cnnindonesia.com Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta melaporkan adanya peningkatan yang signifikan dalam jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah ibu kota pada tahun 2025. Data yang dihimpun menunjukkan adanya kenaikan sebesar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 2024. Peningkatan ini, menurut Dinas PPAPP, bukanlah semata-mata cerminan dari bertambahnya insiden kekerasan, melainkan juga sebuah indikasi positif dari semakin tingginya kesadaran dan keberanian para korban untuk melaporkan kasus yang mereka alami.
Berdasarkan data yang dicatat hingga bulan November 2025, Dinas PPAPP DKI Jakarta—yang mencakup seluruh enam wilayah administrasi kota dan kabupaten—telah menangani total 1.917 kasus. Meskipun tingginya angka ini mengkhawatirkan, Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainah, justru menyoroti sisi positifnya. Beliau memandang peningkatan ini sebagai bukti nyata bahwa masyarakat, terutama para korban, sudah semakin terbuka dan berani untuk mencari pertolongan dan mengungkapkan pengalaman kekerasan.

Distribusi Kasus Berdasarkan Wilayah dan Jenis Kekerasan
Jika dilihat dari distribusi korban berdasarkan domisili Kartu Tanda Penduduk (KTP), tercatat bahwa Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah korban kekerasan anak dan perempuan terbanyak, mencapai 513 korban. Angka ini diikuti oleh Jakarta Selatan dengan 337 korban, dan Jakarta Barat mencatat 316 korban. Data ini memberikan gambaran fokus geografis di mana upaya pencegahan dan penanganan perlu lebih diintensifkan.
Secara spesifik, dari total 1.917 kasus yang ditangani, mayoritas didominasi oleh kasus kekerasan seksual pada anak, yang mencapai 588 kasus atau sekitar 21,9 persen dari keseluruhan. Ini adalah jenis kasus terbanyak, sebuah fakta yang sangat memprihatinkan dan menuntut perhatian serius. Jenis kasus terbanyak berikutnya melibatkan perempuan sebagai korban kekerasan, yaitu:
- Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): 412 kasus (15,4 persen).
- Kekerasan Psikis terhadap perempuan: 318 kasus (11,9 persen).
- Kekerasan Fisik terhadap perempuan: 276 kasus (10,3 persen).
Lokasi Kejadian dan Identitas Pelaku
Analisis lokasi kejadian kasus kekerasan juga memberikan pola yang jelas. Sebagian besar insiden, yaitu 1.132 kasus atau 56,3 persen, terjadi di dalam rumah, menunjukkan bahwa lingkungan yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru menjadi lokasi utama terjadinya kekerasan. Lokasi lainnya yang tercatat meliputi:
- Di jalan: 135 kasus (6,7 persen).
- Di kos-kosan: 126 kasus (6,3 persen).
- Di sekolah: 119 kasus (5,9 persen).
- Di kontrakan: 88 kasus (4,4 persen).
- Di hotel: 86 kasus (4,3 persen).
Sementara itu, identitas para pelaku kekerasan pun didominasi oleh orang-orang terdekat korban. Pelaku terbanyak adalah suami (melibatkan korban perempuan) dengan 503 kasus atau sekitar 22,3 persen. Urutan berikutnya adalah:
- Teman: 351 kasus (15,7 persen).
- Orang tidak dikenal: 281 kasus (12,6 persen).
- Tetangga: 203 kasus (9,1 persen).
- Ayah kandung: 197 kasus (8,8 persen).
- Pacar: 147 kasus (6,6 persen).
Upaya Pencegahan dan Penanganan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Menanggapi tingginya angka kekerasan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas PPAPP terus menggencarkan berbagai upaya pencegahan dan penanganan. Salah satu inisiatif yang ditekankan adalah kampanye “16 Hari Anti Kekerasan” yang dilakukan secara berkeliling di seluruh kota administrasi. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik, mencegah kekerasan, dan menciptakan rasa aman serta nyaman bagi perempuan dan anak. Kegiatan ini telah diawali dengan kick off pada 22 November lalu oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, bersama dengan Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Di sisi penanganan, Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan layanan komprehensif, termasuk:
- Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) yang beroperasi 24 jam dan telah melayani 1.698 korban hingga Oktober 2025.
- Layanan hotline 24 jam PPPA di nomor 0813 1761 7622.
- Call Center Jakarta Siaga 112.
- Sebanyak 44 Pos Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) yang tersebar di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
- Layanan konsultasi Pusat Pelayanan Keluarga (PUSPA) melalui situs puspa.jakarta.go.id.
Selain itu, Pemprov juga membangun Sistem Peringatan Dini di tingkat kecamatan dan kelurahan untuk mendeteksi potensi risiko kekerasan lebih awal, serta membentuk Rumah Perlindungan dan Satgas Jaga Jakarta guna memperluas dukungan bagi para korban.
Reformasi Kebijakan dan Tantangan Stigma Sosial
Kendati tingginya laporan dipandang positif sebagai indikasi keberanian korban, tantangan dalam mengatasi stigma sosial masih menjadi hambatan besar. Sebelumnya, Staf Khusus Gubernur Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim, sempat mengungkapkan hasil survei nasional 2025 yang menunjukkan bahwa 70 persen korban kekerasan terhadap perempuan dan anak enggan melapor karena takut akan stigma negatif, gunjingan, atau disalahkan oleh masyarakat. Sikap sosial ini sering kali memaksa korban untuk bungkam, sehingga banyak kasus yang tidak tercatat.

Dalam upaya mengatasi berbagai persoalan ini, Dinas PPAPP DKI Jakarta sedang menyusun revisi terhadap regulasi yang sudah ada. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dari Tindak Kekerasan akan direvisi menjadi dua peraturan daerah terpisah pada tahun 2026: Perda Perlindungan Perempuan dan Perda Penyelenggaraan Kota dan Kabupaten Layak Anak.
Kepala Dinas Iin Mutmainah menjelaskan bahwa revisi ini sangat penting untuk memasukkan substansi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang belum tercakup dalam Perda tahun 2011. Dengan adanya revisi ini, diharapkan kerangka hukum perlindungan dan penanganan korban kekerasan seksual di Jakarta akan semakin kuat dan komprehensif.







