Connect with us

International

Berhasil Stabilkan Hubungan: Analisis Pertemuan Xi-Trump di Korea Selatan

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari CNA Para analis menilai bahwa pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Busan, Korea Selatan, telah berhasil menstabilkan hubungan kedua negara, yang sebelumnya diibaratkan Xi seperti kapal yang menghadapi “angin dan gelombang besar”. Meskipun pertemuan selama 100 menit itu tidak menghasilkan terobosan besar, sikap saling menenangkan dan sejumlah langkah timbal balik yang disepakati dianggap sebagai sinyal niat kedua pihak untuk meredakan ketegangan, setidaknya dalam jangka pendek.
Wu Se-chih dari Universitas Teknologi Kelautan Taipei menyoroti nada pertemuan yang diatur dengan hati-hati, di mana kedua pemimpin saling memuji. Xi memuji kemampuan Trump dalam menangani konflik, sementara Trump menyebut Xi sebagai “pemimpin hebat”. Upaya menciptakan suasana bersahabat ini dinilai sebagai sorotan utama.


Andy Mok dari Center for China and Globalization (CCG) juga melihat pertemuan ini “cukup positif”, dan berpendapat bahwa AS kini harus memandang China sebagai mitra setara atau bahkan lebih unggul. Stabilitas ini diperkirakan akan bertahan setidaknya satu tahun, menjelang rencana kunjungan balasan kedua pemimpin. Pembicaraan di Busan ini didahului oleh konsultasi di Kuala Lumpur. Su Yue dari Economist Intelligence Unit (EIU) menilai hasil akhirnya “netral namun konstruktif”. Sejumlah kesepakatan penting diumumkan, seperti Penundaan Tarif/Penyelidikan: AS setuju menunda penyelidikan Pasal 301 terhadap sektor maritim China selama satu tahun. Pencabutan Tarif: AS berkomitmen mencabut tarif “fentanyl” sebesar 10% atas barang-barang China.

Sun Chenghao dari Universitas Tsinghua menilai pencabutan tarif 10% itu “bermakna” karena untuk pertama kalinya menyentuh inti persoalan tarif, tidak seperti lima putaran pembicaraan sebelumnya, sehingga membuka ruang negosiasi lebih lanjut. Meskipun ada kemajuan, Su Yue dari EIU mengingatkan agar tetap waspada. Trump mengklaim Xi mengizinkan pembelian “dalam jumlah besar” produk pertanian AS, namun Su mencatat bahwa China gagal memenuhi janji pembelian senilai US$200 miliar dalam kesepakatan “Fase Satu” tahun 2020—mereka hanya memenuhi 58% dari target. Yang juga menarik adalah topik-topik sensitif yang sengaja tidak dibahas secara resmi, seperti Taiwan, hak asasi manusia, Laut China Selatan, dan Xinjiang.

Lim Tai Wei dari Universitas Soka berpendapat isu-isu ini sengaja dihindari agar tidak merusak stabilitas yang rapuh, terutama menjelang kunjungan kenegaraan Trump ke China tahun depan. Andy Mok menambahkan bahwa pemerintahan Trump memang cenderung memprioritaskan perdagangan dan keamanan nasional di atas isu non-ekonomi seperti Xinjiang. Isu chip canggih, khususnya seri Blackwell dari Nvidia, juga tidak dibahas secara spesifik, meskipun Trump sebelumnya memberi sinyal akan mengangkatnya. Wu Se-chih menyoroti absennya pembahasan Taiwan sebagai hal yang “bermakna”, menunjukkan bahwa Trump telah “menetapkan batas” sebelum pertemuan agar isu itu tidak menjadi alat tawar-menawar.


Analis sepakat bahwa kedua pemimpin pulang dengan membawa kemenangan masing-masing. Sun Chenghao menilai kedua pihak “sama-sama mengambil langkah mundur tanpa ada yang merasa kalah”, karena sebagian besar hasil hanya mengembalikan kondisi seperti semula.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *