Tech
Ambisi Malaysia menjadi pusat data Asia terganjal tantangan

Jakarta (usmnews) – Pemerintah AS memberlakukan aturan pembatasan ekspor chip AI untuk melindungi keamanan nasional. Aturan tersebut membuat pemerintah AS mengategorikan negara-negara dalam tiga level yang menentukan akses mereka ke ekspor chip AI. Negara di level pertama dapat menjalankan bisnis seperti biasa dan menggunakan chip AI buatan AS.
Pemerintah AS akan membatasi negara di tingkat kedua dengan maksimum 50.000 graphics processing units (GPU) atau chip AI per negara antara tahun 2025-2027. Mereka memprediksi sebagian besar negara, termasuk Malaysia, akan masuk dalam tingkat kedua.
Pemerintah AS melarang China dan Rusia mengakses chip dan model AI karena masuk tingkatan ketiga (KompasTekno, 15/1/2025).
Aturan ini mulai berlaku sekitar April 2025. Belum jelas apakah pemerintahan baru di bawah Presiden Trump akan melanjutkan atau membatalkan aturan ini. Para analis menilai bahwa pembatasan tersebut mungkin tidak berdampak signifikan pada Malaysia karena negara ini hanya memainkan peran kecil dalam rantai pasokan AI global saat ini. Malaysia lebih memfokuskan upayanya pada perakitan, pengujian, dan manufaktur semikonduktor daripada pengembangan teknologi AI tingkat lanjut.
Pada November 2024, W Media melaporkan bahwa Malaysia akan menjadi pasar pusat data terbesar ketiga di Asia, setelah Jepang dan India. Penelitian Hong Leong Investment Bank (HLIB) menunjukkan bahwa permintaan infrastruktur digital global mendorong ekspansi signifikan industri data center di Malaysia.
HLIB mencatat Malaysia menyetujui investasi 114,7 miliar ringgit untuk proyek data center 2021-2023, didukung sumber daya terjangkau.