Nasional
Ancaman Tetanus dan Leptospirosis Mengintai, Warga Sumatra Diminta Gunakan APD Saat Bersihkan Rumah Usai Banjir

Sumatera (usmnews) – Dikutip Merdeka.com Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah Sumatera menjelang akhir November 2025 telah meninggalkan dampak yang sangat besar, tidak hanya berupa kerusakan infrastruktur dan kerugian material, tetapi juga ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat yang tengah berupaya membersihkan sisa-sisa bencana. Dalam situasi krusial ini, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Prof. Dr. Ari Fahrial Syam, mengeluarkan peringatan keras kepada seluruh warga dan relawan yang terlibat dalam kegiatan pembersihan rumah pasca banjir. Beliau menekankan bahwa proses pembersihan lumpur dan puing-puing harus dilakukan dengan kewaspadaan ekstra untuk menghindari risiko infeksi yang mengintai.
Langkah pencegahan utama yang wajib diterapkan adalah penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap. Prof. Ari menyarankan agar setiap individu yang terlibat dalam pembersihan dilengkapi dengan sepatu bot, masker, sarung tangan, pelindung kepala, dan pelindung mata. Penggunaan APD ini sangat vital mengingat bakteri berbahaya memiliki potensi besar untuk masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka pada kulit, terutama di kaki dan tangan, atau bahkan tertelan secara tidak sengaja. Selain imbauan penggunaan perlengkapan pelindung, beliau juga menyoroti kebutuhan mendesak untuk mendistribusikan disinfektan ke lokasi terdampak, sebagai upaya sanitasi lingkungan pasca banjir.
Dua jenis penyakit infeksi menjadi sorotan utama yang paling diwaspadai, yaitu Tetanus dan Leptospirosis. Ancaman Tetanus muncul karena lingkungan pasca banjir sering kali menyimpan benda tajam tersembunyi, seperti paku. Jika seseorang terluka oleh benda-benda ini, terdapat risiko masuknya bakteri Clostridium tetani, yang umum ditemukan di debu dan kotoran hewan. Bakteri tersebut dapat dengan mudah menginfeksi melalui luka, sebagaimana yang pernah terjadi pada lonjakan kasus Tetanus setelah bencana Tsunami di Aceh. Infeksi ini memiliki masa inkubasi antara 4 hingga 21 hari, dan ditandai dengan gejala awal berupa kekakuan pada anggota tubuh, terutama tangan, serta rasa sakit yang menjalar hingga ke tengkuk.
Sementara itu, Leptospirosis, yang juga sering dijuluki demam kuning, merupakan penyakit yang kerap timbul menyertai bencana banjir. Penularannya terjadi melalui kontak langsung dengan kotoran tikus yang bercampur dalam genangan air atau lumpur sisa banjir. Gejala penyakit ini mencakup demam tinggi yang disertai menggigil, mual, dan muntah. Ciri khas lainnya adalah perubahan warna pada mata, kulit, dan air seni menjadi kuning. Prof. Ari menjelaskan bahwa infeksi ini secara spesifik menyerang organ hati, sehingga terkadang disebut juga hepatitis non-virus. Lebih lanjut, komplikasi dari leptospirosis tidak bisa dianggap remeh, sebab dapat berkembang menjadi kondisi yang fatal seperti gagal ginjal akut, pankreatitis, meningitis, hingga pendarahan sistemik jika penanganannya terlambat. Oleh karena itu, langkah pencegahan dan penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan.

Selain bahaya infeksi langsung, populasi korban banjir di Sumatera juga menghadapi risiko penurunan daya tahan tubuh yang signifikan. Kondisi psikologis yang tertekan akibat kehilangan harta benda, ditambah dengan kurangnya istirahat dan asupan gizi yang tidak memadai, secara kolektif melemahkan sistem imun mereka. Penurunan imunitas ini membuka pintu bagi berbagai masalah kesehatan lain, termasuk infeksi saluran pernapasan atas yang bisa berujung pada pneumonia. Ditambah lagi, hidup di lingkungan yang sanitasi dan kebersihannya terganggu meningkatkan kerentanan terhadap infeksi saluran pencernaan, seperti diare dan demam tifoid.
Mengingat skala bencana yang besar—yang mengakibatkan lebih dari seratus korban jiwa dan puluhan ribu pengungsi, serta kerusakan parah di provinsi-provinsi seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—Prof. Ari menegaskan pentingnya upaya pencegahan penyakit ini. Bencana banjir besar ini telah merusak banyak rumah dan memaksa masyarakat tinggal di pengungsian dengan kondisi seadanya. Beliau berharap bahwa dengan perhatian dan dukungan yang tepat dari semua pihak, musibah ini dapat segera teratasi, dan masyarakat terdampak dapat segera pulih dan melanjutkan aktivitas normal mereka.







