Connect with us

International

Lima orang tewas akibat insiden penembakan di perbatasan Afghanistan dan Pakistan.

Published

on

Semarang (usmnews) dikutip dari ​cnnindonesia Suara tembakan yang memekakkan telinga kembali merobek ketenangan yang rapuh di perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Di tengah upaya diplomasi yang alot di Istanbul, realitas pahit di lapangan justru berkata lain. Wilayah perbatasan yang telah lama menjadi titik didih (flashpoint) di Asia Selatan itu kembali memanas pada hari Kamis, 6 November, menewaskan lima orang dan melukai enam lainnya di sisi Afghanistan.


​Tragedi ini, yang dikonfirmasi oleh seorang pejabat rumah sakit di distrik Spin Boldak, Kandahar, menambah daftar panjang korban sipil dalam konflik perbatasan ini. Pejabat tersebut, yang berbicara secara anonim, merinci luka baru yang dialami komunitasnya: “Lima orang tewas dalam insiden hari ini, empat perempuan dan satu laki-laki, dan enam lainnya luka-luka.” Angka ini menggarisbawahi betapa rentannya warga sipil, terutama perempuan, yang terperangkap di antara dua kekuatan yang saling bersitegang.


​Perang Narasi: Drama Saling Tuding yang Instan
​Secepat peluru yang dilontarkan, perang narasi pun meletus antara Kabul dan Islamabad. Belum ada laporan resmi mengenai korban dari pihak Pakistan, namun kedua negara segera melancarkan tuduhan, saling menunjuk siapa yang pertama kali menarik pelatuk.


​Pemerintah Taliban Afghanistan, melalui juru bicara Zabihullah Mujahid, tidak menahan diri. Ia menyoroti ironi yang menyakitkan dari serangan tersebut. “Meskipun putaran ketiga negosiasi dengan pihak Pakistan telah dimulai di Istanbul, sayangnya, sore ini pasukan Pakistan kembali melepaskan tembakan ke Spin Boldak,” kecam Mujahid.


​Dalam pernyataannya, Taliban berusaha memposisikan diri sebagai pihak yang menahan diri demi proses perdamaian. “Pasukan Emirat Islam, demi menghormati tim negosiasi dan mencegah jatuhnya korban sipil, sejauh ini tidak menunjukkan reaksi apa pun,” tambahnya.


​Pakistan, di sisi lain, membantah keras narasi tersebut. Kementerian Informasi Pakistan mengeluarkan bantahan tegas, menolak klaim Taliban sebagai informasi yang “disebarkan”. Islamabad justru membalikkan tuduhan itu.

“Penembakan dimulai dari pihak Afghanistan,” kata kementerian itu, seraya menegaskan bahwa respons mereka terukur. “Pasukan keamanan kami segera menanggapinya secara terukur dan bertanggung jawab.”


​Negosiasi Istanbul: Diplomasi di Ujung Tanduk
​Insiden berdarah ini terjadi pada momen yang sangat krusial. Peristiwa ini ibarat menuangkan bensin ke dalam api perundingan gencatan senjata yang sedang berlangsung di Turki. Negosiasi yang rapuh ini adalah harapan terakhir untuk mengakhiri siklus kekerasan mematikan yang telah berlangsung berbulan-bulan.


​Namun, harapan itu tampak memudar. Inti masalahnya tetap sama: keamanan. Islamabad menuduh Kabul—pemerintahan Taliban—telah gagal atau bahkan sengaja melindungi kelompok militan, khususnya Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP). Kelompok inilah yang dituding Islamabad sebagai dalang serangan teror di dalam wilayah Pakistan. Tuduhan ini selalu dibantah mentah-mentah oleh Taliban, yang menuntut agar kedaulatan teritorial Afghanistan dihormati.


​Perundingan di Istanbul sendiri dilaporkan telah menemui jalan buntu (deadlock) pekan lalu, bahkan sebelum insiden terbaru ini. Kedua belah pihak gagal menyepakati detail teknis gencatan senjata. Masing-masing menuduh pihak lain tidak memiliki kemauan politik untuk bekerja sama, dan keduanya sama-sama mengancam akan kembali ke medan perang jika diplomasi gagal.


​Realitas Lapangan: 15 Menit yang Merenggut Nyawa Di lapangan, situasinya lebih membingungkan. Hamdullah Fitrat, wakil juru bicara Taliban, mengaku “tidak tahu alasan” di balik penembakan oleh Pakistan. Sementara itu, seorang sumber militer Afghanistan yang anonim melukiskan gambaran yang lebih mengerikan, menuduh Pakistan “menggunakan senjata ringan dan berat dan menargetkan wilayah sipil.”


​Ironisnya, warga setempat mengatakan baku tembak itu berlangsung singkat, hanya sekitar 10 hingga 15 menit. Sebuah rentang waktu yang sangat pendek, namun cukup untuk mengakhiri lima nyawa.


​Pakistan, dalam pernyataannya, berusaha meredakan ketegangan dengan mengklaim bahwa “situasi terkendali berkat tindakan bertanggung jawab oleh pasukan Pakistan dan gencatan senjata tetap berlaku.” Mereka menegaskan komitmen pada dialog. Namun, klaim “gencatan senjata berlaku” terasa hampa ketika korban sipil terus berjatuhan.
​Taruhannya sangat tinggi. PBB mencatat, hanya dalam bentrokan selama seminggu di bulan Oktober, 50 warga sipil tewas dan 447 lainnya luka-luka di sisi Afghanistan.

Di sisi lain, Pakistan melaporkan 23 tentara tewas dan 29 luka-luka. Situasi ini semakin rumit oleh kecurigaan geopolitik yang lebih dalam. Islamabad menuduh Kabul kini bertindak dengan dukungan dari India, musuh bebuyutan Pakistan.

Dengan kecurigaan berlapis dan perundingan yang buntu, perbatasan Afghanistan-Pakistan tetap menjadi salah satu zona paling berbahaya di dunia, di mana gencatan senjata hanyalah jeda singkat sebelum tembakan berikutnya dilepaskan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *