International
Wilayah Ukraina: Rusia Tolak Serahkan, Tidak Dinegosiasikan!

Moskow (usmnews) – Wilayah Ukraina mendominasi perdebatan global karena Rusia menolak mengembalikannya sebagai bagian dari kesepakatan damai. Saat pejabat Rusia dan AS bertemu di Istanbul, Moskow menetapkan ketentuan itu sebagai garis merah utama. Selain itu, Presiden AS mendorong agar perang tiga tahun antara Moskow dan Kyiv segera berakhir. Trump pun menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengubah kebijakan luar negeri secara drastis. Kedua belah pihak kemudian mengadakan pertemuan intensif di Istanbul setelah pertemuan tingkat tinggi di Arab Saudi, sehingga mereka berupaya memulihkan hubungan diplomatik.
Selanjutnya, Putin menyatakan kontak dengan AS memberi sedikit harapan dalam menyelesaikan konflik. Namun, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan Rusia tidak akan menyerahkan Wilayah Ukraina yang telah dianeksasi. Peskov menyatakan, “Wilayah Ukraina yang tercantum dalam konstitusi kami merupakan bagian tak terpisahkan dari negara kami.” Oleh karena itu, Moskow menolak narasi bahwa wilayah tersebut memilih bergabung dengan Rusia melalui referendum.
Kemudian, Ukraina dan banyak pengamat internasional menolak aneksasi itu sebagai tindakan ilegal. Para pemimpin dan pengamat menyatakan bahwa komunitas internasional mengakui perbatasan Ukraina, sehingga pihak-pihak harus menukar wilayah melalui diplomasi, bukan dengan menyerahkannya secara paksa. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pasukannya kekurangan personel untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai Rusia, namun ia optimis mereka dapat mengembalikannya melalui negosiasi damai.
Selanjutnya, Putin mengomentari pertemuan awal dengan pemerintahan AS yang baru dan menyatakan kedua negara memiliki keinginan bersama untuk memulihkan hubungan. Selain itu, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menuntut dukungan AS agar gencatan senjata menghentikan agresi Rusia. Akhirnya, para pemimpin dunia dan pejabat keamanan bekerja aktif menekan agar solusi damai segera terwujud.
Dengan demikian, para pemimpin dunia mendorong dialog konstruktif untuk menciptakan perdamaian berkelanjutan dan memulihkan integritas.