Nasional
Wacana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Dukungan Akademisi dan Pro Kontra

Semarang (usmnews) – Dikutip Merdeka.com Wacana untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mendiang Presiden RI ke-2, Soeharto, kembali mengemuka dan menarik perhatian publik Indonesia. Dorongan kuat untuk mewujudkan usulan ini datang, salah satunya, dari kalangan akademisi di Bali, yang secara tegas mendukung penuh pemberian penghargaan tertinggi tersebut sebagai bentuk pengakuan atas jasa-jasa besar Soeharto selama memimpin bangsa.
Dua akademisi dari Bali, yaitu Ni Made Adi Novayanti dari Universitas Dwijendra dan I Gede Nandya Oktora dari Universitas Udayana, menilai bahwa peran historis Soeharto tidak boleh dilupakan. Novayanti, misalnya, menekankan pentingnya masyarakat melihat kontribusi Soeharto secara objektif selama masa kepemimpinannya yang berlangsung puluhan tahun, menjadikannya layak menerima gelar pahlawan nasional. Ia juga secara khusus mengimbau pihak media untuk berhati-hati dalam pemberitaan, menyerukan agar informasi disajikan secara berimbang guna mencegah potensi konflik dan perdebatan yang tidak konstruktif, demi menjaga keutuhan dan persatuan bangsa di tengah perbedaan pandangan.
Senada dengan Novayanti, I Gede Nandya Oktora menegaskan bahwa bangsa yang besar harus menghormati jasa para pemimpinnya. Nandya menyoroti peran Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Nasional yang meletakkan fondasi pembangunan di berbagai sektor selama era Orde Baru. Menurutnya, pengakuan ini merupakan wujud penghormatan yang pantas atas dedikasi dan pengabdian Soeharto kepada negara. “Yang jelas, kita tidak boleh melupakan sejarah dan jasa beliau,” tegas Nandya, memperkuat argumen dukungan dari kalangan akademisi.
Secara formal, proses pengajuan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto sudah berlangsung. Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, telah secara resmi mengajukan nama Soeharto kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan. Proposal ini merupakan hasil dari mekanisme rapat DPP Partai Golkar, yang sangat berharap agar usulan ini dapat diterima. Bahlil menyatakan keseriusan partainya dalam memperjuangkan gelar tersebut, melihat Soeharto sebagai tokoh yang amat berjasa dan layak mendapatkan pengakuan tertinggi dari negara.

Selain usulan dari Golkar, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, juga telah menyerahkan daftar nama calon pahlawan nasional kepada Presiden Prabowo, yang mencakup total 49 nama, termasuk Soeharto. Penyerahan daftar ini menandai dimulainya tahap penting dalam proses seleksi resmi oleh pemerintah.
Meskipun mendapat dukungan kuat, wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto tidak terlepas dari pro dan kontra yang sengit di tengah masyarakat. Di satu sisi, para pendukung berpegang pada keberhasilan pembangunan dan stabilitas nasional yang dicapai selama Orde Baru. Jasa Soeharto dalam meletakkan fondasi pembangunan di sektor infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi, serta pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dianggap sebagai warisan penting.
Namun, di sisi lain, kritik tajam tetap dilontarkan oleh kelompok yang menyoroti isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang terjadi di masa kepemimpinannya. Kontroversi-kontroversi masa lalu ini menjadi catatan penting yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, para akademisi menekankan bahwa memaknai sejarah secara utuh sangatlah krusial. Diskusi mengenai gelar pahlawan harus dilakukan secara komprehensif dan matang, dengan mempertimbangkan secara objektif baik keberhasilan maupun kekurangan dari tokoh bangsa. Keputusan akhir dalam pemberian gelar ini akan menjadi cerminan bagaimana bangsa Indonesia memilih untuk memaknai masa lalunya dan menentukan narasi sejarah ke depan.







