Connect with us

International

viral wanita batalkan pernikahan, tuntut Rp 70 juta untuk ‘uang pelukan’

Published

on

China (usmnews) di kutip dari wolipop Sebuah insiden pembatalan pernikahan di **Pingdingshan, Provinsi Henan, Tiongkok**, telah memicu perdebatan sengit dan kemarahan di kalangan warganet, setelah detail mengenai tuntutan kompensasi yang tidak lazim terungkap. Kisah ini menjadi viral usai diliput oleh **Henan TV** dan berhasil menarik perhatian masif, dengan unggahan tentang kasus ini ditonton hingga **23 juta kali** di berbagai *platform* media sosial Tiongkok.

Insiden bermula dari pasangan yang bertunangan pada **Januari 2025** setelah dipertemukan oleh seorang mak comblang pada tahun sebelumnya. Pernikahan mereka telah direncanakan akan berlangsung pada **November 2025**. Sesuai tradisi yang berlaku di Tiongkok, keluarga mempelai pria telah menyerahkan **hadiah pertunangan** atau **”harga pengantin” (*bride price*)** kepada keluarga mempelai wanita, yang jumlahnya mencapai **200.000 Yuan**, setara dengan sekitar **Rp 466,800 Juta**.

Uang ini, secara adat, berfungsi sebagai tanda terima kasih kepada orang tua mempelai wanita atas jerih payah mereka membesarkan putri mereka, sekaligus sebagai bentuk komitmen finansial dari pihak pria.Seperti layaknya calon pengantin, pasangan ini telah melakukan persiapan pernikahan yang ekstensif.

Mereka sudah mengambil serangkaian **foto pranikah (*pre-wedding*)**, dan keluarga pria telah melakukan *booking* hotel untuk resepsi serta mengabarkan rencana bahagia ini kepada seluruh kerabat. Semua persiapan mengindikasikan bahwa pernikahan akan berjalan sesuai rencana.

Namun, hanya **dua bulan menjelang hari H**, calon mempelai wanita secara tiba-tiba memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan tersebut. Alasan yang ia kemukakan adalah bahwa calon suaminya dinilai **”terlalu jujur”** dan, yang lebih signifikan, **berpenghasilan “terlalu sedikit.”** Keputusan mendadak ini tentu saja mengejutkan dan membuat pihak pria merasa sangat kecewa.

### Tuntutan Kontroversial: Kompensasi ‘Uang Pelukan’Meskipun wanita tersebut setuju untuk mengembalikan uang pertunangan yang telah diterima, ia mengajukan permintaan pemotongan yang tidak biasa. Ia menuntut agar diizinkan menyimpan **30.000 Yuan**, atau sekitar **Rp 70 juta**, dari total mahar yang harus dikembalikan. Tuntutan ini ia labeli sebagai **”uang pelukan”** (*’hug money’*).Mak comblang yang memperkenalkan pasangan ini, yang bermarga **Wan**, mengungkapkan keterkejutannya atas tuntutan tersebut kepada media.

Menurut Wan, pelukan yang dimaksud terjadi **atas instruksi fotografer** selama sesi pemotretan *pre-wedding*.Wan dengan tegas menyatakan bahwa tuntutan pemotongan sebesar 30.000 Yuan ini **”tidak bermoral.”** Ia bahkan menambahkan, “Saya telah memperkenalkan 1.000 pasangan dalam satu dekade terakhir. Keluarga ini adalah yang paling banyak menuntut yang pernah saya temui.

” Pernyataannya ini menyoroti betapa tidak lazim dan berlebihan tuntutan kompensasi tersebut dalam konteks adat pernikahan di Tiongkok.Di sisi lain, si wanita membela permintaannya, menjelaskan kepada media, “Kami tidak punya perselisihan besar. Saya hanya tidak ingin menikah dengannya.

” Ia berdalih bahwa **30.000 Yuan** yang dimintanya bukan murni hanya untuk “uang pelukan” semata, melainkan merupakan kompensasi yang lebih luas untuk **sejumlah pengeluaran yang ia keluarkan** selama periode mereka menghabiskan waktu bersama. Dengan kata lain, ia melihatnya sebagai semacam penggantian biaya atas waktu, tenaga, dan pengeluaran pribadi yang telah diinvestasikan dalam hubungan yang gagal tersebut.

### Negosiasi dan DampakSetelah melalui proses negosiasi yang alot dan kemungkinan besar emosional antara kedua keluarga, akhirnya tercapai kesepakatan. Pihak pria setuju untuk mengakomodir tuntutan kompensasi tersebut.Kesepakatan akhir menetapkan bahwa wanita tersebut akan mengembalikan **170.500 Yuan** (sekitar **Rp 397,977 juta**) kepada pihak pria, yang secara implisit berarti kompensasi yang diinginkan pihak wanita sebesar **29.500 Yuan** (hampir **30.000 Yuan**) dikabulkan.

Meskipun angkanya sedikit berbeda dari tuntutan awal, substansinya tetap sama: pihak wanita berhasil memotong sejumlah besar uang dari mahar yang dikembalikan.

Kasus ini lantas memicu **reaksi keras** dari para netizen di Tiongkok. Banyak yang mengecam tindakan wanita tersebut, menganggapnya sebagai eksploitasi finansial dan perilaku yang memanfaatkan tradisi *bride price* untuk keuntungan pribadi.

Viralnya kisah ini mencerminkan sensitivitas masyarakat Tiongkok terhadap isu-isu seputar biaya pernikahan, etika, dan tradisi *bride price* yang sering kali menjadi beban berat bagi keluarga mempelai pria.Hal ini bukan kasus pertama di mana pembatalan pernikahan berakhir dengan sengketa pengembalian mahar.

Artikel tersebut juga menyinggung kasus serupa tahun lalu di **Provinsi Hunan tengah**, di mana seorang pria terpaksa **menggugat** mantan tunangannya dan ayahnya ke pengadilan. Mereka menolak mengembalikan mahar sebesar **230.000 Yuan** (sekitar **Rp 536,820 Juta**). Meskipun pengadilan telah memutuskan bahwa keluarga wanita harus mengembalikan dana dalam waktu 15 hari, mereka gagal memenuhi perintah tersebut.

Pria tersebut bahkan harus **curhat ke media** sebagai upaya putus asa untuk mendapatkan kembali haknya.Kasus-kasus seperti ini terus menjadi **berita utama** di Tiongkok, menggarisbawahi tantangan sosial dan finansial yang terkait dengan praktik *bride price* dan bagaimana uang tersebut seringkali menjadi titik pertikaian utama ketika sebuah pertunangan dibatalkan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *