Business

Transformasi Ekonomi Petani Ngada: Sukses Ekspor Kopi Bajawa ke Thailand dan Peran Pendampingan Komunitas

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari tribunnews.com Aktivitas ekspor kopi Bajawa yang berhasil menembus pasar Thailand telah menjadi motor penggerak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat perdesaan, khususnya di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keberhasilan ini secara langsung mentransformasi kehidupan lebih dari 200 petani lokal yang kini terintegrasi dalam rantai pasok.

Dampak paling nyata adalah peningkatan pendapatan mereka yang dilaporkan melonjak drastis hingga 67 persen, menyusul terserapnya hasil panen oleh pasar internasional.

​Komoditas unggulan dari dataran tinggi Flores ini, yang dikenal sebagai kopi arabika Bajawa, memiliki reputasi khusus. Keistimewaan cita rasanya berasal dari kondisi agrikultur yang unik, yakni penanaman di lahan vulkanik subur pada ketinggian melampaui 1.200 meter di atas permukaan laut, memberikan karakter khas yang diminati pasar.​

Foto:

Pencapaian ini sejalan dengan data nasional dari Kementerian Pertanian, yang mencatat performa ekspor kopi Indonesia secara keseluruhan mencapai 205.769 ton (senilai sekitar US$857 juta) pada paruh pertama tahun 2025.

Meskipun pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia masih mendominasi, Thailand kini muncul sebagai pasar baru yang strategis, terutama untuk kopi berkualitas yang berasal dari kawasan timur Indonesia. Di tingkat regional, Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT juga menegaskan bahwa kopi arabika Bajawa merupakan salah satu kontributor utama bagi total produksi kopi provinsi tersebut setiap tahunnya.​

Di balik menggeliatnya pasar ekspor ini, terdapat peran penting dari program pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan. Inisiatif ini digerakkan oleh berbagai pihak, termasuk keterlibatan perusahaan swasta nasional seperti Astra. Fokus pendampingan ini mencakup beberapa aspek krusial: peningkatan kapasitas produksi petani, penguatan kelembagaan kelompok tani, serta optimalisasi manajemen pascapanen agar kualitas kopi yang dihasilkan mampu memenuhi standar ketat pasar ekspor.​

Presiden Direktur Astra, Djony Bunarto Tjondro, menekankan bahwa tujuan dari intervensi ini adalah untuk membangun ekosistem usaha yang berkelanjutan, produktif, dan berdaya saing. Melalui pembinaan yang terstruktur dan kolaboratif, target utamanya adalah mewujudkan kemandirian masyarakat desa agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi lokal yang mereka miliki.

Foto: Tribunnews.com

​Implementasi di lapangan diperkuat oleh fasilitator lokal, seperti Bernard Suryanto Langoday dan Donatus Philipus Kabe. Mereka berperan penting dalam memperbaiki tata kelola pascapanen, mengenalkan pembukuan usaha yang akuntabel, hingga memfasilitasi regenerasi petani muda melalui platform pembelajaran berbasis komunitas.

​Pendekatan komunitas ini terbukti efektif mengubah fokus petani. Mereka tidak lagi hanya mengejar peningkatan produktivitas, tetapi juga mulai berinovasi dengan mengembangkan unit usaha kecil. Usaha baru ini berfokus pada pengolahan limbah kopi, mengubahnya menjadi berbagai produk bernilai tambah.

Inisiatif ini bahkan berhasil menciptakan lapangan kerja baru di enam desa penghasil kopi utama di Ngada, yaitu Naru, Wawowae, Mukuvoka, Ngoranale, Bolonga, dan Bowali.​Pemerintah daerah setempat mengapresiasi model pembinaan ini karena telah memberikan dampak ekonomi yang terukur.

Secara spesifik, program ini berhasil meningkatkan kesejahteraan keluarga petani sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi lokal di sektor vital pertanian. Program serupa dinilai dapat menjadi percontohan pemberdayaan yang efektif untuk diadaptasi di wilayah lain, dengan catatan pelaksanaannya harus tetap mengedepankan prinsip partisipasi aktif masyarakat dan transparansi dalam setiap hasilnya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version