Business
Tolak Penetapan UMP 2026: Ribuan Buruh Kepung Istana Merdeka Selama Dua Hari
Semarang (usmnews) – Dikutip dari finance.detik.com, Gelombang protes kembali mewarnai akhir tahun di ibu kota. Kelompok buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Partai Buruh secara resmi mengumumkan pelaksanaan aksi demonstrasi besar-besaran yang dijadwalkan berlangsung selama dua hari berturut-turut, yakni pada Senin, 29 Desember 2025, dan Selasa, 30 Desember 2025.
Aksi ini dipusatkan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, sebagai respons keras terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2026 serta kebijakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Jawa Barat yang dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan pekerja.
Inti Penolakan: Disparitas Upah Jakarta dan Daerah Penyangga
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa aksi ini dipicu oleh keputusan pemerintah yang menetapkan UMP DKI Jakarta tahun 2026 hanya sebesar Rp 5,73 juta per bulan. Angka ini dianggap sangat ironis dan tidak masuk akal jika dibandingkan dengan wilayah penyangga seperti Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, dan Kabupaten Karawang yang justru memiliki upah minimum lebih tinggi, yakni dikisaran Rp 5,95 juta.
Dalam argumentasinya, Said Iqbal menyoroti ketimpangan logika ekonomi dalam penetapan tersebut. Menurutnya, biaya hidup di Jakarta—sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi—jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya. Ia mencontohkan harga sewa tempat tinggal di kawasan industri Jakarta seperti Pulo Gadung, Sunter, hingga area premium seperti Sudirman dan Kuningan, yang nominalnya jauh di atas biaya sewa di daerah Cibarusah atau Babelan, Bekasi. Oleh karena itu, buruh mendesak agar UMP DKI Jakarta direvisi menjadi Rp 5,89 juta, angka yang dianggap lebih representatif berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain masalah nominal, buruh juga menolak narasi pemerintah yang menjadikan insentif tambahan (seperti subsidi transportasi dan pangan) sebagai alasan untuk menekan angka kenaikan upah. Said Iqbal mengungkapkan data lapangan bahwa insentif tersebut faktanya hanya dinikmati oleh segelintir kecil buruh sekitar 5 persen saja, sehingga tidak bisa dijadikan dasar pembenaran untuk menetapkan upah minimum yang rendah bagi seluruh pekerja.
Eskalasi Aksi dan Strategi “Long March”
Rangkaian demonstrasi ini dirancang dengan eskalasi massa yang bertingkat. Pada hari pertama (29 Desember), diperkirakan sekitar 1.000 buruh akan memadati area Patung Kuda hingga depan Istana Merdeka sebagai aksi pembuka. Namun, puncak ketegangan diprediksi terjadi pada hari kedua (30 Desember).
Pada hari Selasa tersebut, jumlah massa diperkirakan melonjak drastis hingga mencapai 10.000 orang atau lebih. Strategi mobilisasi massa pada hari kedua akan melibatkan konvoi kendaraan bermotor dari berbagai daerah industri di Jawa Barat. Rombongan buruh direncanakan bergerak serentak memasuki Jakarta melalui dua jalur utama: jalur Pantura dan jalur Puncak (Cianjur/Sukabumi). Iring-iringan ribuan sepeda motor ini tidak hanya bertujuan untuk menekan pemerintah pusat, tetapi juga sebagai simbol solidaritas buruh lintas daerah yang menuntut keadilan upah sektoral.
Ancaman Mogok Nasional dan Langkah Hukum
Aksi di Istana Merdeka ini bukanlah akhir dari pergerakan buruh. KSPI telah menyiapkan langkah ganda (double track strategy). Selain tekanan jalanan (parlemen jalanan), mereka juga akan menempuh jalur litigasi dengan menggugat keputusan penetapan UMP DKI 2026 dan UMSK Jawa Barat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Said Iqbal juga melontarkan ultimatum keras: jika aspirasi mereka diabaikan oleh Presiden dan pemerintah daerah, gelombang protes akan terus berlanjut hingga bulan Januari dan Februari tahun depan. Bahkan, serikat buruh tidak menutup kemungkinan untuk menyerukan aksi pemogokan nasional (Mogok Nasional) yang dapat melumpuhkan aktivitas produksi secara meluas jika tuntutan revisi upah ini tidak segera dipenuhi.