Connect with us

Education

Tips Memilih Perusahaan Asuransi Anti Tertipu

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari cnnindonesia.com Industri asuransi nasional kembali diguncang oleh isu gagal bayar yang belum menemui titik terang. Kasus terbaru yang memicu perhatian publik adalah aksi damai yang digelar oleh Aliansi Korban WanaArtha Life pada Rabu, 10 Desember 2025. Massa melakukan aksi di dua titik krusial, yakni Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Kementerian Luar Negeri RI, untuk menuntut keadilan atas dana mereka yang tak kunjung kembali selama lima tahun masa proses hukum.‎‎

Dampak Sosial dan Ekonomi Gagal Bayar‎Tragedi WanaArtha Life bukanlah masalah kecil. Tercatat sebanyak 29.000 pemegang polis menjadi korban dengan akumulasi kerugian mencapai angka fantastis, yakni Rp15,9 triliun. Dampak dari hilangnya dana ini sangat menyakitkan bagi para nasabah. Alim, salah satu perwakilan korban, mengungkapkan bahwa uang yang seharusnya digunakan untuk biaya pendidikan anak, belanja kebutuhan pokok, dan penggerak ekonomi daerah justru “dirampok” dan dilarikan ke luar negeri, meninggalkan para nasabah dalam kondisi finansial yang memprihatinkan.

‎‎Sebagai langkah tegas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah mencabut izin usaha WanaArtha Life pada tahun 2023. Namun, pencabutan izin ini belum serta-merta mengembalikan dana nasabah. Selain WanaArtha, sejarah kelam asuransi di Indonesia juga mencatat nama-nama besar lain yang mengalami kegagalan serupa, seperti Jiwasraya, Kresna Life, dan AJB Bumiputera 1912.‎‎

Parameter Kesehatan Perusahaan: Memahami RBC‎Untuk menghindari jebakan serupa di masa depan, perencana keuangan menekankan pentingnya memahami Risk Based Capital (RBC) sebelum menandatangani polis apa pun.‎‎

Apa itu RBC? RBC adalah indikator kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang mengukur kemampuan modal perusahaan untuk menutup risiko klaim, investasi, dan utang.‎‎Di Indonesia, ambang batas minimal yang ditetapkan OJK adalah 120%. Namun, para ahli seperti Dandy dari Advisor Alliance Group dan Rina Dewi Lina dari Rekadana menyarankan standar yang lebih ketat bagi nasabah:

‎‎Target Aman: Pilihlah perusahaan dengan RBC di atas 250%.

‎‎Fungsi RBC Tinggi: Jika sebuah perusahaan memiliki RBC 600%, artinya mereka sanggup membayar klaim seluruh nasabah secara bersamaan hingga enam kali lipat dari kewajiban yang ada.‎‎

Catatan Penting: RBC tinggi pada perusahaan baru mungkin terjadi karena jumlah nasabah yang masih sedikit, sehingga stabilitas grup perusahaan juga harus tetap diperhatikan.‎‎

Langkah Preventif Sebelum Membeli Polis‎Riset mandiri adalah kewajiban sebelum Anda memutuskan untuk mengalokasikan dana ke produk asuransi. Berikut adalah beberapa langkah krusial yang harus dilakukan:‎‎

Verifikasi OJK: Pastikan perusahaan asuransi tersebut terdaftar dan diawasi secara resmi oleh OJK.‎‎

Kredibilitas Agen: Pilihlah agen yang memiliki lisensi resmi dan mampu memberikan konsultasi secara transparan, bukan sekadar mengejar target penjualan.‎‎

Laporan Keuangan: Tinjau stabilitas grup perusahaan melalui laporan keuangan tahunan yang biasanya tersedia di situs resmi mereka.‎‎

Waspada Terhadap Janji Manis “Imbal Hasil Tinggi”‎Salah satu jebakan paling umum dalam kasus gagal bayar adalah produk asuransi yang menawarkan keuntungan (return) di atas rata-rata pasar. Mike Rini Sutikno dari Mitra Rencana Edukasi (MRE) mengingatkan nasabah untuk menyalakan “lampu kuning hingga merah” jika melihat penawaran investasi dalam asuransi yang tidak masuk akal.

‎‎Asuransi jiwa seharusnya dibeli sebagai alat perlindungan terhadap risiko kematian dini, cacat, atau penyakit kritis, bukan sebagai instrumen pengganda uang yang agresif. Saat membaca ilustrasi perhitungan, bandingkanlah dengan produk serupa di perusahaan lain. Jika imbal hasilnya terlalu tinggi dibandingkan bunga pasar atau produk sejenis, kemungkinan besar risiko yang disembunyikan juga jauh lebih besar.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *