Education
Tiga Pesan Gatot P. Soemartono: Lampaui Gelar, Zona Nyaman, dan Diri Sendiri

Semarang (usmnews) – Dikutip dari Kompascom Konsep kesuksesan yang hakiki tidak seharusnya dibatasi oleh pencapaian formal seperti selembar ijazah. Setiap lulusan perguruan tinggi didorong untuk berani melangkah lebih jauh dan menembus batas-batas diri mereka guna memberikan kontribusi nyata bagi lingkungan sekitar.Pesan kuat ini menjadi inti dari orasi ilmiah bertajuk “Move Beyond” yang disampaikan oleh Gatot P. Soemartono, seorang dosen dari Fakultas Hukum Untar. Orasi tersebut disampaikan dalam rangka perayaan wisuda ke-86 Universitas Tarumanagara (Untar) yang digelar pada hari Sabtu, 8 November 2025. Dalam pidatonya, Gatot menguraikan tiga pilar fundamental yang diperlukan oleh para lulusan untuk terus bertumbuh dan meraih kesuksesan yang inspiratif di masa depan.
Pilar pertama adalah move beyond your degree (melampaui gelar akademik). Gatot menegaskan bahwa momen kelulusan sejatinya bukanlah sebuah titik akhir, melainkan sebuah gerbang permulaan untuk perjalanan baru yang bertujuan memberi dampak lebih signifikan. Gelar yang diraih tidak seharusnya menjadi dinding yang membatasi eksplorasi ilmu. Sebaliknya, ia harus berfungsi sebagai kunci pembuka untuk proses pembelajaran lintas disiplin yang berkelanjutan. Ia juga memberi penekanan khusus bahwa dalam mengaplikasikan ilmu di dunia nyata, etika dan integritas harus dijunjung tinggi sebagai fondasi yang paling utama.

Langkah kedua yang ditekankan adalah move beyond your comfort zone (melampaui zona nyaman). Para wisudawan diajak untuk tidak terperangkap dalam rutinitas yang aman dan nyaman. Menurut Gatot, kenyamanan justru sering kali menjadi penghambat utama bagi pertumbuhan diri. Sebaliknya, tantangan dan tekanan harus dipandang sebagai bahan bakar esensial yang memacu perkembangan. Dengan memiliki keberanian untuk meninggalkan kebiasaan lama dan menghadapi ketidakpastian, seseorang dapat menemukan potensi terbaik dalam dirinya sekaligus membangun ketangguhan (resilience) yang sangat krusial untuk bersaing di kancah profesional.
Langkah pamungkas, atau yang ketiga, adalah move beyond yourself (melampaui diri sendiri). Pada tahap ini, fokus bergeser dari pencapaian personal menuju kontribusi sosial. Gatot menyoroti pentingnya memaknai ilmu; pengetahuan yang dimiliki jangan hanya disimpan untuk kepentingan pribadi, tetapi harus didedikasikan untuk memberi manfaat bagi orang lain. Menurutnya, ilmu pengetahuan baru akan mencapai makna sejatinya ketika ia ditransformasikan menjadi aksi nyata yang membawa perubahan positif di lingkungan, membantu sesama, dan berkontribusi aktif pada kemajuan bangsa. “Teruslah belajar, bertumbuh, dan melampaui batas dalam menghadapi dunia profesional serta memberikan dedikasi bagi masyarakat,” pesan Gatot menutup orasinya.
Seruan Gatot ini beresonansi kuat dengan tema utama yang diusung dalam wisuda ke-86 Untar, yaitu “Move Beyond: Membangun Generasi Berdampak, Tangguh, dan Inspiratif.” Tema ini mencerminkan visi dan semangat universitas untuk melahirkan lulusan yang tidak hanya unggul secara intelektual dan profesional. Lebih dari itu, Untar bertujuan mencetak generasi yang memiliki karakter kokoh, empati yang tinggi, serta komitmen nyata terhadap pembangunan berkelanjutan, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ke-4 di bidang pendidikan.Rektor Untar, Prof Amad Sudiro, dalam sambutannya turut menegaskan bahwa semangat “move beyond” selaras dengan komitmen institusi yang dipimpinnya. Untar bertekad mencetak lulusan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berintegritas dan tangguh dalam menghadapi disrupsi zaman. “Kelulusan tidak semata-mata diukur dari nilai akademik,” tutur Rektor.

Ia menjelaskan bahwa kelulusan adalah buah dari perjuangan, keteguhan hati untuk bertahan, dan kemampuan melewati berbagai tantangan yang kerap mengguncang.Pandangan serupa disampaikan oleh Ketua Yayasan Tarumanagara, Prof Ariawan Gunadi. Ia menginterpretasikan “move beyond” sebagai sebuah dorongan internal untuk terus menantang kapabilitas diri sendiri agar mampu melampaui batas yang ada. Ia berharap lulusan Untar tidak mudah patah arang. Menyinggung fenomena sosial seperti kasus perundungan (bullying) yang mengguncang publik, Prof Ariawan melihatnya sebagai cerminan bahwa mahasiswa saat ini dihadapkan pada tantangan nyata yang harus ditangani. Kemampuan mereka untuk mengatasi hal tersebut adalah bukti bahwa mereka bisa “menerjang ambang batas” dan melakukan sesuatu yang lebih dari biasanya.Ia menganalogikannya dengan filosofi mendaki. “Seperti naik tangga, jika kita ingin melihat pemandangan yang indah, kita harus melewati jurang dan liku-liku terlebih dahulu,” jelasnya. Terkadang, kita perlu menantang diri sendiri agar bisa naik ke tahap selanjutnya.Keseluruhan rangkaian pesan dalam wisuda ini menjadi pengingat kolektif yang kuat. Kesuksesan yang sejati tidak lahir hanya dari prestasi akademik di atas kertas, tetapi ditempa dari keberanian untuk terus bergerak maju, berjuang tanpa henti, dan tekad untuk menembus batas-batas yang seringkali kita ciptakan untuk diri sendiri.







