Nasional
Tangis Pilu di Sumberberas, Banjir Bandang Hancurkan Harapan Panen Jagung Petani Banyuwangi

Semarang (usmnews) -Dikutip dari kompas.com Sebuah pemandangan menyayat hati terekam dalam video amatir yang viral di media sosial pada Selasa, 16 Desember 2025. Video tersebut bukan menampilkan keindahan alam, melainkan potret keputusasaan seorang petani laki-laki di Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Di tengah hamparan sawah yang kini berubah menjadi lautan air dan lumpur, ia duduk termenung, tubuhnya seolah lemas tak bertulang. Bersama dua rekannya, mereka hanya bisa menatap nanar ke arah lahan pertanian yang luluh lantak, meratapi nasib tanaman jagung yang hancur diterjang banjir tepat di ambang masa panen.
Jeritan Hati Kadek Pinsai dan Petani Muncar
Pria di balik video viral tersebut adalah Kadek Pinsai, salah satu petani yang menjadi korban ganasnya luapan air. Saat dikonfirmasi, Kadek menuturkan kisah pilu tentang bagaimana banjir yang terjadi pada 15 Desember 2025 itu menyapu bersih harapan mereka dalam sekejap mata.
Lahan seluas kurang lebih dua hektar tersebut bukan sekadar tanah kosong, melainkan tumpuan hidup bagi Kadek dan rekan-rekannya. Di sana, mereka menggantungkan ekonomi keluarga dengan menanam berbagai komoditas pangan, mulai dari padi, kacang panjang, buah naga, hingga yang paling utama saat ini adalah jagung.”Banjir ini menyisakan pilu yang sangat dalam,” ujar narasi dalam video tersebut, mewakili perasaan hancur para petani yang melihat kerja keras berbulan-bulan sirna.
Kerugian di Ambang Panen
Tragedi ini terasa semakin pahit mengingat waktu kejadiannya. Kadek menjelaskan bahwa tanaman jagung tersebut telah mereka rawat sejak masa tanam pada bulan September lalu. Kondisi tanaman sebenarnya sangat prima; batangnya kokoh dan daunnya masih hijau segar, menandakan bahwa tongkol jagung sudah hampir siap untuk dipanen dalam waktu dekat.

Dalam kondisi normal, lahan tersebut diestimasikan mampu menghasilkan panen jagung hingga empat ton. Namun, kalkulasi di atas kertas itu kini buyar. Akibat terjangan banjir yang merendam tanaman, Kadek memperkirakan hasil panen akan anjlok drastis hingga kurang dari setengah target awal. Penurunan volume panen ini tentu menjadi pukulan telak bagi ekonomi para petani yang telah mengeluarkan modal besar untuk bibit dan pupuk.
Faktor Geografis dan Infrastruktur Jebol
Kadek mengungkapkan bahwa area persawahan mereka, yang dikenal warga lokal sebagai blok “Patok 11”, memang memiliki kerentanan alami. Secara topografi, lahan ini berada di area cekungan sehingga genangan air adalah hal yang lumrah saat musim hujan. Namun, banjir kali ini berbeda dan jauh lebih destruktif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Penyebab utamanya bukan sekadar curah hujan yang tinggi, melainkan kegagalan infrastruktur penahan air. Tanggul Sungai Setail yang seharusnya menjadi benteng perlindungan, jebol karena tak kuasa menahan debit air yang meluap drastis. Akibatnya, air sungai yang deras langsung menghantam lahan pertanian tanpa penghalang.
Kini, di tengah lumpur yang menggenang, Kadek dan para petani lainnya hanya bisa pasrah. Upaya yang bisa mereka lakukan hanyalah memilah dan menyelamatkan sisa-sisa tanaman yang mungkin masih layak, sembari menata kembali hati yang patah akibat bencana ini.







