Connect with us

Anak-anak

Strategi Orang Tua Cerdas: Lima Langkah Krusial Mencegah Anak Menjadi Pemicu Kekerasan Akibat Gadget

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari detik.com Dalam lanskap digital yang semakin kompleks, orang tua menghadapi tantangan ganda dalam pengasuhan. Fenomena anak yang terpapar gawai secara berlebihan bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga memicu perubahan perilaku yang mengkhawatirkan. Menurut Lia Latifa dari Komisi Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (Komnas PPA), paparan konten yang tidak sesuai usia—terutama gim atau video yang sarat kekerasan—dapat menstimulasi anak untuk meniru perilaku agresif tersebut di dunia nyata. Situasi ini kerap diperburuk jika respons orang tua justru reaktif, seperti membentak atau menggunakan kekerasan fisik untuk mendisiplinkan anak, yang pada akhirnya menormalisasi kekerasan dalam benak mereka.

Untuk mengatasi dilema ini, Lia Latifa menguraikan lima strategi praktis yang dapat diterapkan orang tua untuk mengontrol penggunaan gawai tanpa perlu menggunakan kekerasan, sebagaimana disampaikan dalam seminar Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan pada Anak di Bali:

1. Penerapan Zona Bebas Gawai Saat Ibadah

Langkah pertama adalah membangun disiplin spiritual dan fokus. Orang tua didorong untuk membiasakan anak melepaskan gawai saat waktu ibadah tiba. Misalnya, bagi keluarga Muslim, gawai harus diletakkan saat azan berkumandang, sementara bagi pemeluk agama lain seperti Hindu atau Kristen, anak diajarkan untuk fokus penuh saat ritual doa. Kebiasaan ini bukan sekadar soal agama, melainkan latihan krusial untuk kontrol diri (self-control) dan menanamkan pemahaman bahwa ada prioritas yang lebih tinggi daripada dunia maya.

2. Transparansi Tanpa Kunci Layar

Sebuah pendekatan unik yang disarankan adalah tidak memasang kunci layar (password) pada gawai yang digunakan anak. Hal ini bertujuan untuk menciptakan transparansi total sehingga orang tua dapat melakukan pengawasan (monitoring) dengan mudah dan cepat. Dengan akses yang terbuka, orang tua bisa segera mendeteksi jika anak mengakses konten pornografi atau permainan yang mengandung unsur kekerasan, sehingga intervensi dapat dilakukan sebelum perilaku negatif terbentuk.

3. Menjaga Jarak Fisik dengan Layar

Aspek kesehatan fisik juga menjadi perhatian utama. Orang tua harus memastikan adanya jarak aman antara mata anak dan layar gawai, idealnya sekitar dua jengkal tangan. Selain untuk menjaga kesehatan mata dari paparan cahaya biru, pengaturan jarak fisik ini secara psikologis membantu mengurangi intensitas keterikatan atau imersi anak terhadap dunia digital, sehingga mereka tidak terlalu “tenggelam” dalam gawai.

4. Regulasi Durasi Penggunaan yang Ketat

Manajemen waktu adalah kunci. Lia merekomendasikan pembatasan durasi penggunaan gawai yang ketat, khususnya bagi anak usia balita hingga sekolah dasar, yakni hanya satu hingga dua jam per hari. Pembatasan ini penting untuk mencegah adiksi yang dapat memicu ledakan emosi atau tantrum ketika gawai diambil, yang sering kali menjadi benih perilaku kasar.

5. Dukungan Nutrisi Seimbang

Tips terakhir yang tak kalah penting adalah aspek biologis. Pemberian asupan gizi seimbang, seperti buah dan sayur, ternyata berperan vital dalam menjaga stabilitas emosi anak. Tubuh yang sehat dengan nutrisi yang cukup akan mendukung perkembangan otak yang optimal, sehingga anak memiliki kemampuan pengelolaan perilaku dan emosi yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima langkah ini menawarkan pendekatan holistik—mencakup aspek spiritual, pengawasan, fisik, manajemen waktu, dan biologis—yang diharapkan dapat memutus rantai kekerasan yang mungkin timbul dari penyalahgunaan teknologi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *