Connect with us

Tech

Siap-Siap Rogoh Kocek Lebih Dalam: Mengapa Tahun 2026 Menjadi “Mimpi Buruk” Bagi Pecinta Gadget?

Published

on

Semarang (usmnews) – Dikutip dari inetdetik.com, Bagi Anda yang berencana memperbarui perangkat elektronik dalam waktu dekat, bersiaplah menghadapi kenyataan pahit. Tahun 2026 diprediksi akan menjadi titik balik yang signifikan bagi industri teknologi konsumen, di mana harga berbagai perangkat—mulai dari ponsel pintar (smartphone), laptop, tablet, hingga televisi—diperkirakan akan melonjak drastis.

Jika tahun-tahun sebelumnya produsen masih mampu menahan harga di tengah inflasi, tahun 2026 tampaknya menjadi batas toleransi mereka, memaksa biaya produksi yang membengkak dibebankan langsung kepada konsumen.

Pemicu utama dari fenomena “kantong jebol” ini adalah ledakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) secara global. Perlombaan raksasa teknologi seperti Google, Meta, Amazon, dan Nvidia untuk membangun pusat data (data center) demi pelatihan AI telah menciptakan ketimpangan pasokan yang serius.

Perusahaan-perusahaan ini memborong jutaan chip memori dan penyimpanan dalam jumlah masif. Akibatnya, produsen komponen utama seperti Samsung, SK Hynix, dan Micron kini lebih memprioritaskan pasar enterprise (perusahaan) yang menawarkan margin keuntungan lebih tinggi dibandingkan pasar elektronik konsumen.

Dampaknya sangat nyata pada harga komponen. Laporan menyebutkan bahwa harga DRAM (Dynamic Random Access Memory) telah meroket antara 70% hingga 80%, bahkan dalam kasus ekstrem mencapai 170%. Mengingat memori dan penyimpanan menyumbang sekitar 10-15% dari total biaya material sebuah ponsel, kenaikan harga komponen ini menjadi beban berat bagi produsen smartphone.

Mereka dihadapkan pada dua pilihan sulit: menurunkan kualitas spesifikasi atau menaikkan harga jual. Opsi pertama sangat berisiko di tengah persaingan ketat, sehingga menaikkan harga menjadi jalan yang paling mungkin ditempuh.

Ironisnya, di saat harga memori melambung, kebutuhan akan spesifikasi tinggi justru semakin mendesak. Fitur-fitur AI generatif yang berjalan secara lokal di perangkat (seperti Gemini Nano) menuntut kapasitas RAM yang besar dan penyimpanan berkecepatan tinggi.

Standar RAM 12GB yang dulu dianggap mewah, kini mungkin tak lagi cukup untuk menunjang performa AI di masa depan, terutama dengan jaminan pembaruan sistem operasi (OS) hingga tujuh tahun yang kini ditawarkan banyak flagship.

Tidak hanya memori, harga “otak” dari ponsel, yaitu chipset atau Application Processor (AP), juga ikut terkerek naik. Qualcomm dilaporkan menaikkan harga chipset andalan terbarunya, Snapdragon 8 Elite Gen 5, sebesar 20%. Kenaikan biaya komponen secara simultan ini tidak hanya memukul industri ponsel, tetapi juga pasar PC konsumen.

Pabrikan besar seperti Dell dan Lenovo dikabarkan tengah bersiap menaikkan harga produk PC mereka dikisaran 15% hingga 20%. Dengan demikian, tahun 2026 tampaknya akan menjadi tahun ujian bagi daya beli konsumen di sektor teknologi.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *