International
Setelah Pembebasan Sandera, Israel Lanjutkan Pembahasan RUU Hukuman Mati bagi Tahanan Palestina

Semarang (usmnews) – Dikutip detik.com Parlemen Israel saat ini tengah memulai pembahasan serius mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial yang mengusulkan penerapan hukuman mati bagi tahanan Palestina. RUU ini, yang diajukan oleh partai sayap kanan Jewish Power di bawah pimpinan Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir, telah mencapai tahap pembahasan di sidang parlemen Israel.
Inti dari usulan legislatif ini adalah untuk memberikan wewenang kepada pengadilan Israel agar dapat menjatuhkan hukuman mati kepada warga Palestina yang dinyatakan bersalah atas pembunuhan terhadap warga Israel, asalkan tindakan pembunuhan tersebut didorong oleh “alasan nasionalistis”.

Ketidakseimbangan penerapan hukum salah satu poin utama yang memicu kontroversi adalah sifat diskriminatif dari RUU ini. Menurut laporan dari Middle East Eye, undang-undang yang diusulkan tidak akan berlaku bagi warga Israel yang melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina dalam situasi yang memiliki motivasi serupa. Dengan kata lain, peraturan ini secara eksplisit menargetkan dan hanya akan diterapkan kepada warga Palestina.
Partai-partai sayap kanan di Israel telah lama mempromosikan RUU ini, bahkan jauh sebelum konflik bersenjata di Gaza meletus pada Oktober 2023. Mereka kini mendesak agar RUU tersebut segera disahkan menjadi undang-undang.
Perubahan sikap PM Netanyahu sebelumnya, langkah ini sempat mendapat penentangan dari beberapa pejabat keamanan Israel. Penentangan tersebut didasarkan pada kekhawatiran bahwa penerapan hukuman mati dapat membahayakan keselamatan tawanan Israel yang ditahan oleh faksi-faksi Palestina di Gaza.
Namun, situasi politik dan keamanan mengalami perubahan drastis menyusul pembebasan semua tawanan Israel yang masih hidup oleh Hamas pada bulan lalu. Koordinator Tahanan dan Orang Hilang Israel, Gal Hirsch, dalam pidatonya di hadapan komite parlemen sebelum pemungutan suara, menyatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kini memberikan persetujuan untuk melanjutkan RUU tersebut. Hirsch menambahkan bahwa keberatan-keberatan yang diajukan sebelumnya telah “menjadi tidak relevan” setelah seluruh tawanan dibebaskan.
Hirsch bahkan menyebut RUU ini sebagai “alat dalam kotak peralatan yang memungkinkan kita memerangi teror dan mengamankan pembebasan sandera,” seperti yang dilaporkan oleh media Israel.
Desakan Keras dari Ben Gvir Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, pemimpin dari Partai Jewish Power yang mengusulkan RUU ini, menyambut baik dukungan dari Netanyahu. Ben Gvir memiliki pandangan yang lebih ekstrem dan mendesak agar pengadilan tidak memiliki ruang diskresi atau pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman. Ia menegaskan, “Setiap teroris yang melakukan pembunuhan harus tahu bahwa hukuman mati akan dijatuhkan kepadanya.”

Melalui cuitannya di platform X, Ben Gvir menyatakan terima kasih kepada perdana menteri atas dukungannya terhadap inisiatif partainya mengenai hukuman mati bagi individu yang dianggapnya “teroris”.
Kelompok advokasi tersebut menyatakan, “Konsekuensi dari tindakan fasis ini akan semakin keras, menyeret seluruh kawasan ke dalam siklus kekacauan baru yang hasilnya tak seorang pun dapat prediksi,” menekankan bahaya eskalasi kekerasan yang mungkin terjadi di seluruh wilayah.
RUU ini menandai pergeseran signifikan dalam kebijakan Israel dan mencerminkan meningkatnya pengaruh partai-partai sayap kanan, yang berupaya mengabadikan hukuman mati wajib bagi warga Palestina yang dihukum atas serangan dengan motivasi nasionalis.







