International
Senat AS Setujui RUU Pendanaan untuk Akhiri Shutdown 40 Hari, Demokrat Tunjukkan Kekecewaan

Jakarta (usmnews) – Dirangkum CNNIndonesia.com Setelah mengalami kebuntuan politik yang panjang dan melumpuhkan, Senat Amerika Serikat akhirnya berhasil mengambil langkah signifikan untuk mengakhiri periode penutupan pemerintahan (government shutdown). Dalam sebuah pemungutan suara penting, majelis tinggi Kongres AS tersebut menyetujui rancangan undang-undang (RUU) anggaran yang dirancang untuk membuka kembali layanan federal yang telah terhenti selama 40 hari.
Dilansir oleh Reuters, RUU krusial ini berhasil disahkan dengan perolehan suara 60 melawan 40. Kemenangan ini dipastikan oleh dukungan solid dari hampir seluruh anggota senator Partai Republik. Menariknya, mereka tidak sendiri; sebanyak delapan senator dari Partai Demokrat turut memberikan suara mereka, melintasi batas partai untuk mengakhiri impasse yang telah berlangsung lebih dari sebulan tersebut.

Meski demikian, pengesahan di Senat barulah langkah awal. RUU ini sekarang harus menghadapi rintangan berikutnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS. Perlu dicatat bahwa DPR saat ini berada di bawah kendali mayoritas Partai Republik, sama seperti Senat. Ketua DPR AS, Mike Johnson, telah memberikan indikasi positif terkait nasib RUU ini. Ia menyatakan optimismenya dan berencana untuk segera membawa RUU tersebut ke lantai DPR untuk pemungutan suara secepatnya pada hari Rabu, tanggal 12 November.
Apabila RUU ini sukses mendapatkan lampu hijau dari DPR, langkah terakhir adalah mengirimkannya ke meja Presiden Donald Trump. Penandatanganan dari presiden akan secara resmi mengesahkan RUU ini menjadi undang-undang yang berlaku.
Signifikansi dari lolosnya RUU anggaran ini sangat besar. Hal ini berarti bahwa pendanaan untuk berbagai lembaga dan agensi federal, yang telah terhenti total sejak batas waktu anggaran terlewati pada 1 Oktober lalu, akan segera dipulihkan. Dengan demikian, operasional pemerintahan dapat kembali berjalan normal.
Walaupun kesepakatan ini menawarkan solusi atas penutupan pemerintahan, RUU ini memicu gelombang kemarahan dan frustrasi yang signifikan di kalangan anggota Partai Demokrat. Sumber kekecewaan utama mereka adalah apa yang tidak tercakup dalam kesepakatan tersebut. Para politisi Demokrat menyoroti fakta bahwa RUU ini tidak menyertakan jaminan apa pun bahwa Kongres yang dikuasai Republik (baik Senat maupun DPR) akan setuju untuk memperpanjang program subsidi asuransi kesehatan.
Masalah program asuransi kesehatan inilah yang sebenarnya telah menjadi “biang kerok” atau titik perdebatan utama yang menyebabkan kebuntuan anggaran terjadi sejak awal.

Senator dari Illinois, Dick Durbin, secara terbuka menyuarakan kekecewaan partainya. Ia mengindikasikan bahwa Partai Demokrat merasa telah kehilangan momentum untuk menegosiasikan kebijakan yang lebih baik. “Kami berharap bisa berbuat lebih banyak,” keluhnya. Durbin menambahkan, “Penutupan pemerintah nampaknya menjadi kesempatan untuk mengarahkan kami pada kebijakan yang lebih baik. Namun ternyata tidak berhasil.”
Situasi politik ini juga tercermin dalam opini publik. Sebuah jajak pendapat yang dirilis oleh Reuters/Ipsos pada akhir Oktober lalu menunjukkan bahwa masyarakat Amerika terbelah dalam menyikapi siapa yang bertanggung jawab atas krisis ini. Hasil survei tersebut menemukan bahwa 50 persen warga AS secara spesifik menyalahkan Partai Republik di bawah kepemimpinan Trump sebagai penyebab utama terjadinya penutupan pemerintahan.







