Connect with us

Business

Sampoerna Bangun Superlab Rp 4,87 Triliun Libatkan 200 Ilmuwan

Published

on

Jakarta (usmnews) – PT HM Sampoerna Tbk menggelontorkan investasi senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,87 triliun (kurs Rp 16.230) untuk membangun pabrik mutakhir dan superlab di Indonesia. Proyek ini melibatkan 200 ilmuwan Tanah Air dan menandai salah satu investasi terbesar perusahaan dalam pengembangan teknologi dan sains.

Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk, Ivan Cahyadi, menyampaikan bahwa investasi ini menjadi bukti nyata keseriusan Sampoerna dalam mendukung bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).

“Kami baru saja investasi pabrik paling mutakhir di dunia untuk Philip Morris, senilai US$ 300 juta. Kita mengalahkan banyak negara karena investasinya jatuh ke Indonesia,” ujar Ivan dalam Live Podcast Endgame bersama Gita Wirjawan bertajuk Menanam Nilai, Memupuk Kreativitas, Memetik Inovasi di Pesta Rakyat Untuk Indonesia 2025, Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Sabtu (23/8/2025).

Hanya Ada Dua Superlab di Dunia

Ivan menjelaskan bahwa superlab ini merupakan satu dari dua yang ada di dunia. Saat ini, tim Sampoerna masih menjalankan proses riset dan pengembangan (R&D) di Swiss, lokasi kantor pusat Philip Morris International.

Meski hanya 200 ilmuwan yang terlibat langsung, Ivan yakin keberadaan superlab akan menciptakan efek berganda (multiplier effect) bagi Indonesia.

“Secara matematis mungkin kecil, tapi multiplier-nya bisa menciptakan keajaiban kalau dikelola dengan benar,” tegasnya. “Orang Indonesia itu punya resiliensi tinggi, tinggal diberi panggung dan kesempatan. Kalau itu tersedia, percepatannya akan luar biasa.”

Tumbuhkan Ratusan Ribu UMKM

Ivan juga menyinggung peran Sampoerna dalam mendorong pertumbuhan UMKM melalui program Sampoerna Retail Community (SRC). Ia menceritakan, saat memulai program tersebut, hanya 9.000 toko kelontong yang bergabung, meskipun program sudah berjalan cukup lama.

Melalui pendekatan inovatif berupa pendampingan, Ivan dan tim berhasil meningkatkan jumlah anggota menjadi 30.000 dalam waktu 2-3 tahun. Sepuluh tahun kemudian, jumlahnya melonjak menjadi 290.000 toko kelontong yang tergabung dalam jaringan SRC.

“Sekarang, program ini menyumbang 11% dari GDP sektor ritel. Dulu, secara logika, ini tidak masuk akal. Tapi ketika tipping point terjadi, efek penggandanya luar biasa,” kata Ivan.

Menurutnya, dengan semakin banyak katalis pembangunan dan inovasi, Indonesia hanya tinggal menunggu waktu untuk menyaksikan lonjakan kemajuan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *