Lifestyle
Risiko dan Solusi Kebotakan Rambut Menurut Dokter Spesialis Dermatologi
(usmnews) – Dr. Arlene Rainamira, SpDV, seorang dokter spesialis dermatologi lulusan Universitas Indonesia, mengungkapkan berbagai risiko kebotakan yang dapat dialami oleh pria maupun wanita, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan masalah ini. Kebotakan, menurutnya, bisa disebabkan oleh faktor genetik, yang mempengaruhi baik laki-laki maupun perempuan.
“Kebotakan, baik pada pria maupun wanita, memang ada yang diturunkan secara genetik,” ujar dr. Arlene, yang berpraktik di RSIA Kemang Medical Care, dalam sebuah acara bincang-bincang di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis. Ia menjelaskan bahwa kebotakan akibat faktor genetik sulit untuk dihindari dan biasanya mulai terlihat pada pria di usia 30-an tahun, sementara pada wanita, kebotakan sering terjadi di usia 30-40 tahun.
Kebotakan atau yang dikenal dengan alopesia ini sering kali memiliki pola tertentu, seperti dimulai dari bagian depan atau tengah kepala, yang lama kelamaan menjadi semakin tipis hingga akhirnya botak secara keseluruhan.
Meskipun kebotakan tidak sepenuhnya dapat dicegah, dr. Arlene menekankan pentingnya perawatan rambut yang rutin untuk menjaga kesehatan rambut dan kulit kepala. “Rutinnya tetap sama, gunakan sampo sambil memijat kulit kepala dan hindari menggosok rambut terlalu keras,” katanya. Ia juga menyarankan penggunaan conditioner pada batang rambut serta masker rambut sesuai kebutuhan, dan pengeringan rambut dengan handuk tanpa memeras atau menggosoknya.
Jika kebotakan sudah parah, dr. Arlene menyarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter spesialis agar mendapatkan pengobatan yang tepat. “Jika kebotakannya sudah ekstrim, memang harus dikonsultasikan ke dokter untuk diberikan pengobatan khusus alopesia,” jelasnya.
Berbagai terapi untuk kebotakan meliputi pemberian obat, baik yang dioleskan maupun diminum, terapi cahaya tingkat rendah (low level light therapy), suplemen, micro needling, PRP (Platelet-Rich Plasma), hingga transplantasi rambut sebagai pilihan terakhir. Namun, dr. Arlene juga mengingatkan bahwa setiap perawatan memiliki risiko dan efek samping tertentu, seperti iritasi atau infeksi, terutama jika pasien tidak menjaga kebersihan dengan baik.
Kendati demikian, dr. Arlene meyakinkan bahwa risiko tersebut dapat diminimalisir asalkan pasien mematuhi saran dokter dan melakukan pemeriksaan rutin. Dengan demikian, dokter dapat memantau efektivitas pengobatan yang diberikan.
“Biasanya setelah transplantasi, akan dilihat lagi penyebab kebotakannya untuk memastikan perawatan lanjutan yang tepat,” pungkas dr. Arlene. Dengan pemahaman yang tepat dan perawatan yang rutin, masalah kebotakan dapat dikelola dengan baik, meskipun memiliki faktor genetik yang kuat.