Lifestyle
Review Buku Novel Ronggeng Dukuh Paruk

JAKARTA (usmnews) – Di desa terpencil, masyarakat hidup dengan tradisi, kemiskinan, takhayul, dan ketidaktahuan. Tubuh perempuan jadi simbol kehormatan dan hiburan cinta tak selalu bahagia sejarah menyeret tanpa pengertian.
Dari latar tersebut, lahir sebuah kisah yang mengaduk-aduk emosi, membuka mata, dan menyentuh nurani. Karya sastra ini potret pedesaan Jawa dan luka sosial-politik bangsa.
Ronggeng Dukuh Paruk bukan sekadar kisah tentang seorang penari tradisional di pedalaman Jawa. Kisah ini kompleks dan menyentuh soal perempuan, cinta, budaya, kemiskinan, dan luka sejarah Indonesia. Dalam triloginya, Ahmad Tohari menggambarkan bangsa yang terluka oleh kemiskinan dan trauma politik.
Novel ini menghadirkan ruang untuk merenung, tentang betapa pentingnya memberi ruang bagi perempuan untuk memilih jalannya sendiri. Tentang bagaimana cinta seharusnya menjadi perlindungan, bukan alat kuasa.Novel ini mengajak kita meninjau ulang tradisi agar tidak jadi alat kekerasan atas nama budaya.
Cerita ini menggambarkan cinta yang hilang, peran dipaksakan, dan luka yang terus terasa. Harapan jadi lentera hidup meski realitas pahit.
Membaca kisah dalam novel ini seperti menyelami hidup dari balik tirai panggung yang tak pernah kita tahu sebelumnya. Cerita ini memperlihatkan dunia melalui mata ronggeng sebagai manusia utuh, bukan objek eksotisme. Ketika membaca novel ini, kita akan turut merasakan pengalaman seperti membaca puisi panjang tentang luka, tentang harapan, dan tentang kekuatan perempuan yang luar biasa.
Siapa pun yang ingin membaca novel yang menyentuh hati dan menggugah pikiran wajib memilih karya ini.Ada keindahan dalam kesedihan, tetapi juga ada makna dalam setiap luka. Karya sastra Indonesia ini layak dibaca, direnungi, dan dibicarakan dari generasi ke generasi.