Sports
Renault Akan Mengakhiri Program Mesin F1 pada 2025: Alpine Beralih ke Mercedes sebagai Tim Pelanggan

(usmnews) Renault, pabrikan asal Prancis yang telah lama berkiprah di Formula 1, secara resmi mengumumkan penghentian program mesin F1 mereka pada akhir tahun 2025. Langkah ini menandai berakhirnya sejarah panjang Renault sebagai produsen mesin di ajang balap bergengsi tersebut, setelah hampir lima dekade aktif berkompetisi. Tim Alpine, yang merupakan tim pabrikan Renault, akan menjadi tim pelanggan mulai tahun 2026. Kabar ini sekaligus menandakan perubahan besar dalam strategi tim di masa mendatang.
Di era baru F1 yang dimulai pada 2026, Alpine diharapkan akan beralih menggunakan Power Unit dari Mercedes, pabrikan yang saat ini menjadi salah satu kekuatan utama dalam ajang Formula 1. Perubahan ini dinilai sebagai langkah realistis, mengingat Alpine perlu memastikan daya saing mereka di lintasan ketika Renault tak lagi memproduksi mesin balap.
Transformasi Fasilitas di Viry-Chatillon
Keputusan untuk menghentikan produksi mesin F1 tidak hanya mengubah lanskap persaingan di lintasan, tetapi juga berdampak signifikan pada fasilitas Renault di Viry-Chatillon, Prancis. Situs ini, yang telah menjadi pusat pengembangan mesin F1 selama bertahun-tahun, akan mengalami transformasi besar. Fasilitas tersebut akan diubah menjadi ‘Alpine Hypertech’, sebuah pusat teknologi yang berfokus pada pengembangan teknologi motor listrik dan inovasi untuk proyek mobil jalan raya Alpine.
Proses transformasi ini diperkirakan akan selesai pada akhir 2024, menurut pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Alpine. “Manajemen Alpine mengonfirmasi proyek ini sebagai bagian dari rencana strategis yang lebih luas untuk mengubah lokasi Viry-Chatillon menjadi pusat teknik dan keunggulan teknologi tinggi,” kata perwakilan Alpine dalam pernyataan tersebut.
“DNA balap tetap menjadi inti dari merek Alpine,” tambah pernyataan itu. “Aktivitas Formula 1 di Viry, tidak termasuk pengembangan mesin baru, akan berlanjut hingga akhir musim 2025.”
Dengan beralihnya fokus fasilitas ini dari produksi mesin F1 menuju teknologi motor listrik dan proyek otomotif komersial, Alpine ingin mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin dalam inovasi teknologi otomotif, selaras dengan ambisi elektrifikasi di masa depan.
Sejarah Panjang Renault di Formula 1
Renault pertama kali terjun ke dunia Formula 1 pada tahun 1977 dengan mesin turbo pertama yang revolusioner, yang kemudian mendefinisikan ulang standar performa di ajang balap tersebut. Selama hampir lima dekade, Renault telah menjadi salah satu nama besar dalam produksi mesin F1, baik sebagai tim pabrikan maupun sebagai pemasok mesin untuk tim-tim lain.
Kiprah Renault mencatatkan berbagai pencapaian, termasuk kemenangan kejuaraan dunia bersama tim-tim legendaris seperti Williams pada tahun 1990-an, serta era kejayaan bersama Red Bull Racing dari 2010 hingga 2013. Pada era hybrid V6 yang dimulai pada 2014, Renault harus menghadapi tantangan berat untuk menyaingi dominasi Mercedes dan Ferrari.
Meskipun berhasil meraih beberapa hasil yang mengesankan, Renault sering kali mengalami kesulitan dalam menjaga konsistensi performa, yang pada akhirnya membuat mereka tertinggal dibandingkan rivalnya. Faktor ini, di samping meningkatnya biaya produksi serta regulasi ketat di era mesin hybrid, menjadi salah satu alasan utama mengapa pabrikan ini memilih untuk mengakhiri program mesin F1 mereka.
Masa Depan Alpine di F1: Kolaborasi dengan Mercedes
Langkah untuk menjadi tim pelanggan dengan menggandeng Mercedes sebagai pemasok mesin bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Mercedes dikenal sebagai salah satu penyedia Power Unit paling dominan di Formula 1 saat ini, dengan daya tahan dan performa yang terbukti mampu bersaing di barisan depan. Kolaborasi ini diharapkan dapat memberikan stabilitas bagi Alpine dalam menghadapi era baru regulasi mesin F1.
“Kami yakin dengan keputusan ini. Kolaborasi dengan Mercedes akan memberikan stabilitas dan peluang lebih besar untuk bersaing di depan,” ungkap Laurent Rossi, mantan CEO Alpine, sebelum beralih ke posisi baru di Grup Renault. Dengan dukungan Power Unit yang lebih tangguh dan fokus baru pada pengembangan teknologi listrik, Alpine berharap dapat menjaga daya saingnya dan bahkan menjadi salah satu penantang serius di lintasan.
Proyek Ambisius Alpine Hypertech
Pembangunan pusat Hypertech Alpine di Viry-Chatillon ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mengembangkan merek Alpine menjadi lebih dari sekadar tim balap. Menurut CEO Alpine, Philippe Krief, pusat ini akan berfungsi sebagai “bengkel inovasi” yang memanfaatkan warisan keahlian balap tim tersebut untuk mengembangkan teknologi yang dapat diaplikasikan pada kendaraan listrik dan mobil jalan raya.
“Pembangunan pusat Hypertech ini adalah kunci bagi strategi pengembangan Alpine dan, secara lebih luas, bagi strategi inovasi grup kami,” kata Krief. “Ini adalah titik balik dalam sejarah situs Viry-Chatillon, yang akan memastikan keberlangsungan ilmu pengetahuan dan penyertaan keterampilan langka dalam masa depan ambisius Grup.”
Keputusan untuk menutup produksi mesin F1 ini juga menunjukkan pergeseran strategi Alpine menuju elektrifikasi yang lebih besar di masa depan. Ini sejalan dengan visi global industri otomotif yang semakin berfokus pada teknologi ramah lingkungan, efisiensi energi, dan keberlanjutan.
Penutupan Babak Sejarah
Penghentian program mesin F1 Renault menandai akhir dari salah satu babak terpenting dalam sejarah motorsport modern. Sejak memasuki ajang ini dengan mesin turbo pada 1977, Renault telah membentuk wajah Formula 1 selama hampir lima dekade. Namun, dengan perubahan yang sedang berlangsung, masa depan Alpine terlihat lebih ke arah memimpin inovasi teknologi dibandingkan dominasi di lintasan.
Meskipun Renault akan mengakhiri perannya sebagai produsen mesin F1, warisan mereka tetap akan hidup di bawah bendera Alpine, yang kini siap menghadapi tantangan baru dengan Power Unit Mercedes, sambil terus mengusung DNA balap yang menjadi identitas mereka sejak awal.