International
Rapuhnya Perdamaian di Perbatasan: Thailand Tuding Kamboja Ciderai Gencatan Senjata Lewat Provokasi Drone
Semarang (usmnews) – Dikutip detik.com Kesepakatan damai antara Thailand dan Kamboja yang baru saja seumur jagung kembali berada di ambang kehancuran. Belum genap dua hari setelah perjanjian gencatan senjata ditandatangani, ketegangan antara kedua negara tetangga ini kembali memuncak. Pihak militer Thailand secara resmi melayangkan tuduhan kepada Kamboja atas dugaan pelanggaran kesepakatan yang terjadi di wilayah perbatasan, yang memicu kekhawatiran akan pecahnya kembali konflik bersenjata berskala besar.
Berdasarkan laporan yang ada, kedua negara sebenarnya telah menyepakati penghentian permusuhan pada hari Sabtu, 27 Desember 2025. Kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk segera mengakhiri bentrokan berdarah yang telah berlangsung selama hampir satu bulan, yang mengakibatkan puluhan nyawa melayang dan memaksa lebih dari satu juta warga sipil meninggalkan tempat tinggal mereka demi mencari keselamatan. Namun, harapan akan perdamaian tersebut tampak memudar setelah militer Thailand mendeteksi adanya aktivitas mencurigakan di wilayah udara mereka.
Pihak Bangkok melaporkan bahwa pada Minggu malam, setidaknya terdapat 250 unit pesawat tanpa awak atau drone (UAV) yang terbang dari wilayah Kamboja dan memasuki kedaulatan udara Thailand. Tindakan ini dianggap oleh militer Thailand sebagai bentuk provokasi serius yang bertentangan dengan semangat de-eskalasi konflik yang telah disepakati bersama dalam pertemuan komite perbatasan bilateral. Juru bicara militer Thailand, Mayor Jenderal Winthai Suvaree, menegaskan bahwa kehadiran drone dalam jumlah masif tersebut menunjukkan sikap bermusuhan yang tidak konsisten dengan perjanjian damai.
Dampak dari insiden ini sangat signifikan. Thailand kini mengancam akan mengevaluasi kembali rencana pembebasan 18 tentara Kamboja yang sebelumnya dijadwalkan akan dipulangkan sebagai bagian dari nota kesepahaman gencatan senjata. Jika situasi tidak membaik, proses repatriasi tentara tersebut terancam batal. Di sisi lain, Pemerintah Kamboja melalui Menteri Luar Negerinya, Prak Sokhonn, mencoba meredam suasana dengan menyebut insiden drone tersebut sebagai “masalah kecil” yang dapat diselesaikan melalui investigasi bersama.
Konflik yang berkepanjangan ini berakar dari sengketa teritorial yang kompleks di sepanjang 800 kilometer garis perbatasan, khususnya terkait klaim atas reruntuhan kuil kuno peninggalan era kolonial. Ketidakpastian mengenai batas wilayah ini terus menjadi api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat memicu pertempuran kembali. Jika kesepakatan gencatan senjata ini benar-benar gagal, stabilitas kawasan Asia Tenggara di perbatasan kedua negara akan kembali terancam, dan krisis kemanusiaan bagi para pengungsi dipastikan akan semakin memburuk. Masyarakat internasional kini menanti apakah jalur diplomasi masih mampu menyelamatkan perjanjian damai yang sangat rapuh ini.