Connect with us

Business

Ranperda KTR DKI Ditolak Ritel Modern: Ancam Lapangan Kerja dan Dinilai Ambigu

Published

on

Jakarta (usmnews) – Dikutip dari detikfinance, Pengusaha ritel modern di Jakarta menyampaikan keberatan tegas terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) yang sedang digodok oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penolakan ini terutama didasarkan pada kekhawatiran serius mengenai dampak negatif regulasi tersebut terhadap keberlangsungan usaha dan ancaman terhadap ribuan lapangan pekerjaan di sektor ritel.

​Ketua Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, dalam keterangannya pada Kamis (4/12/2025), meminta pemerintah untuk mempertimbangkan permasalahan ini dari berbagai sudut pandang secara berimbang. Hippindo berharap regulasi yang dihasilkan pada akhirnya dapat bersifat proporsional dan adil, tidak hanya bagi pihak yang pro-KTR, tetapi juga bagi sektor industri yang terdampak.

​Ancaman Terhadap Lapangan Kerja dan Perekonomian

​Tutum Rahanta menyoroti siklus dampak ekonomi yang akan terjadi jika Ranperda KTR disahkan tanpa solusi kompromi. Menurut data yang dimiliki Hippindo, saat ini organisasi tersebut menaungi sedikitnya 203 ritel modern dengan jumlah total tenaga kerja di bawah naungan anggotanya mencapai 800 ribu pekerja. Kontribusi sebesar ini dinilai sangat signifikan dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian daerah.

​”Jika industrinya terancam, maka pekerjanya juga sudah pasti terdampak. Siklusnya akan terus begitu. Masyarakat yang penghidupannya bergantung pada industri ritel akan terdampak. Jika pemerintah siap menghadapi konsekuensi, harus mengambil jalan keluar,” tegas Tutum, menekankan bahwa ribuan orang akan kehilangan mata pencaharian jika kebijakan ini diberlakukan secara kaku.

​Ambiguitas dan Permintaan Keadilan

​Keberatan lain yang disampaikan Hippindo terkait dengan aspek regulasi penjualan produk tembakau. Tutum menjelaskan bahwa tata cara penjualan produk tembakau di ritel modern sebenarnya sudah diatur dengan ketat. Pengaturan tersebut mencakup tata letak produk yang tidak boleh terlihat secara terbuka, serta persyaratan mutlak bahwa pembelian hanya diperuntukkan bagi konsumen yang berusia 21 tahun ke atas.

​Tutum menilai ketentuan yang berlaku saat ini sudah lebih dari cukup untuk mengendalikan konsumsi rokok. Ia menambahkan bahwa rokok adalah produk yang sah dan legal untuk diperjualbelikan di Indonesia. Dengan adanya aturan baru, status produk tembakau menjadi ambigu dan membingungkan bagi pelaku usaha. Larangan penjualan yang ketat juga dinilai tidak hanya akan berdampak pada pasar modern, tetapi juga pada pasar-pasar tradisional yang menjual produk serupa.

​Hippindo menuntut keadilan dan mengharapkan adanya solusi kompromi yang dapat diterima semua pihak. Tutum mewanti-wanti bahwa kebijakan pemerintah harus benar-benar dipertimbangkan secara proporsional berdasarkan semua faktor yang ada.

​”Jika setiap kebijakan muncul hanya karena tekanan pihak luar, itu bisa berbahaya,” pungkasnya, mengindikasikan kekhawatiran bahwa keputusan Ranperda ini didorong oleh intervensi eksternal, bukan semata-mata pertimbangan ekonomi dan sosial domestik.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *