Education
Proyek Revitalisasi Melambat: Kualitas Pendidikan di Empat Sekolah Mataram Menjadi Pertaruhan

Semarang (usmnews) – Dikutip dari detik.com Infrastruktur pendidikan yang memadai merupakan tulang punggung bagi terciptanya lingkungan belajar yang kondusif. Namun, kondisi kontradiktif tengah terjadi di Kota Mataram. Empat institusi pendidikan di ibu kota Nusa Tenggara Barat tersebut kini harus menghadapi tantangan besar akibat proyek revitalisasi gedung sekolah yang berjalan sangat lambat. Keterlambatan ini tidak hanya mengganggu jadwal administratif, tetapi secara langsung menghambat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) ribuan siswa.
Dampak Nyata pada Proses Pembelajaran

Hambatan paling signifikan dirasakan oleh para siswa dan tenaga pengajar yang kehilangan akses ke ruang kelas utama mereka. Karena banyaknya gedung yang masih dalam proses pengerjaan, pihak sekolah terpaksa memutar otak agar hak belajar siswa tetap terpenuhi. Salah satu solusi darurat yang diambil adalah penerapan sistem belajar dua shift (pagi dan siang).
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram, Yusuf, mengungkapkan bahwa kondisi yang paling memprihatinkan terjadi di SMPN 17 Mataram. Karena ruang kelas di lantai bawah belum bisa ditempati sama sekali, sekolah tidak memiliki pilihan lain selain membagi jadwal masuk. Penggunaan sistem shift ini tentu memiliki konsekuensi, seperti berkurangnya waktu efektif interaksi antara guru dan murid serta kelelahan fisik bagi siswa yang mendapatkan jadwal siang hingga sore hari.
Daftar Sekolah yang Terdampak
Secara total, terdapat lima sekolah yang sedang menjalani perbaikan infrastruktur tahun ini, namun hanya satu sekolah yang progresnya dianggap memuaskan. Empat sekolah lainnya yang masih berjuang dengan progres bangunan yang lamban adalah:
1. SMPN 17 Mataram (paling parah, progres baru 60-70%)
2. SMPN 10 Mataram
3. SDN 44 Cakranegara
4. SDN 32 Ampenan

Sikap Tegas Pemerintah terhadap Kontraktor
Pemerintah Kota Mataram melalui Dinas Pendidikan telah mengeluarkan peringatan keras kepada pihak kontraktor. Dengan masa kontrak yang tinggal menghitung hari (batas akhir sekitar tanggal 25 Desember), kecil kemungkinan bagi pemerintah untuk memberikan perpanjangan waktu karena akan memicu kerumitan administrasi baru melalui Contract Change Order (CCO).
Sebagai langkah mitigasi, Yusuf memberikan dua solusi utama kepada kontraktor:
• Penambahan Tenaga Kerja: Menambah jumlah tukang untuk mengejar ketertinggalan progres secara masif dalam sisa waktu yang ada.
• Sanksi Denda: Jika proyek melampaui tenggat waktu, kontraktor akan dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1.000 dari nilai kontrak per hari. Sebagai gambaran, jika nilai proyek mencapai Rp 1,4 miliar, maka kontraktor wajib membayar denda sebesar Rp 1,4 juta setiap harinya.
Bahkan, jika progres tetap tidak menunjukkan kemajuan berarti, Pemerintah Kota Mataram tidak menutup kemungkinan untuk melakukan pemutusan kontrak dan mencari rekanan baru. Langkah tegas ini diambil demi menjamin agar para siswa dapat kembali belajar di ruang kelas yang aman dan nyaman pada awal semester mendatang.







