Business
Produk Palsu Rugikan Negara Rp291 Triliun & Ancam HKI
(usmnews) – Produk palsu terus mengancam perekonomian Indonesia, menyebabkan kerugian negara hingga Rp291 triliun menurut studi MIAP dan Universitas Pelita Harapan.
Justisiari P. Kusumah, Direktur Eksekutif MIAP, menegaskan bahwa pemalsuan produk merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, mengurangi penerimaan pajak, dan menghambat lapangan kerja.
“MIAP memandang upaya-upaya untuk melindungi kekayaan intelektual perlu sinergi yang berkesinambungan oleh seluruh pemangku kepentingan. Ia menyoroti bahwa kemajuan teknologi dan distribusi yang kompleks mempersulit pengawasan produk palsu dalam diskusi di Jakarta.
Justisiari menambahkan bahwa pelabuhan dan pasar tradisional sering kali menjadi jalur utama masuknya produk ilegal, termasuk barang palsu. Dengan pengawasan yang masih terbatas, produk-produk ini dapat dengan mudah menyebar di pasaran.
Justisiari menjelaskan bahwa pergeseran belanja ke e-dagang mempermudah peredaran produk palsu.
Senada dengan itu, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Razilu, menyoroti dampak besar peredaran barang palsu terhadap ekonomi nasional.
OECD dan Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa mencatat bahwa pada 2019, barang palsu dan bajakan menyumbang 3,39% perdagangan dunia, setara 509 miliar USD.
“Peredaran barang palsu tidak hanya merugikan pemilik hak kekayaan intelektual, tetapi juga konsumen serta perekonomian nasional secara keseluruhan. Razilu menegaskan bahwa produk palsu menghambat inovasi, merugikan pajak negara, dan membahayakan konsumen.
DJKI terus berupaya meningkatkan edukasi dan kesadaran publik terkait pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual. Razilu mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama melawan peredaran barang palsu dan menegakkan perlindungan Kekayaan Intelektual.
“Edukasi merupakan prioritas utama kami, dan kami secara rutin mengadakan webinar serta bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyebarluaskan pemahaman tentang Kekayaan Intelektual. Setiap ciptaan membawa nilai ekonomi yang besar. Dengan perlindungan yang kuat, kita dapat mendorong inovasi, kreativitas, serta pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan,” jelas dia.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI juga memperkuat langkah-langkah penegakan HKI. Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC, R. Tarto Sudarsono, menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam daftar Priority Watch List (PWL) oleh United States Trade Representative (USTR) karena tingginya angka pelanggaran HKI.
Untuk mengatasi hal ini, Bea Cukai menerapkan dua mekanisme utama, yaitu pengawasan aktif melalui ex-officio dan pengendalian niaga berdasarkan laporan dari pemilik merek. Ia menyebut pendaftaran merek naik dua kali lipat pada 2024, dengan 76 merek terdaftar hingga Februari. Selain itu, DJBC juga berkolaborasi dengan berbagai instansi dalam Satgas HKI untuk memperkuat sinergi penegakan hukum.
Petugas telah menyita dan memusnahkan berbagai barang ilegal, termasuk produk bermerek yang melanggar HKI. Penegakan HKI bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga menjaga kepercayaan konsumen dan mendukung iklim usaha yang sehat,” ujar Tarto.
Dalam hal regulasi, lanjut dia, Bea Cukai memiliki landasan hukum yang kuat, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 40 Tahun 2018, yang memberikan kewenangan untuk menahan barang yang melanggar HKI sebelum masuk ke pasar. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat menjadi kunci dalam memberantas peredaran barang palsu.
“Peran Bea Cukai di perbatasan sangat penting untuk mencegah barang-barang yang melanggar HKI beredar di pasar. Jika sudah ada rekomendasi dari pemegang hak, kami bisa langsung bertindak untuk menahan barang di pelabuhan sebelum diedarkan,” tutur Tarto.